Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Tekstil : Indonesia Harusnya Punya UU Ketahanan Sandang

Indonesia dinilai seharusnya memiliki Undang-Undang Ketahanan Sandang untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. 
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat
Pekerja meyelesaikan pembuatan pakaian di pabrik garmen PT Citra Abadi Sejati, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (8/9/2018)./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA--Indonesia dinilai seharusnya memiliki Undang-Undang Ketahanan Sandang untuk melindungi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional. 

Suharno Rusdi, Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi), mengatakan komposisi impor yang cukup besar membuat pertumbuhan industri tekstil terpuruk dan sulit bersaing di dalam maupun di luar negeri. 

Dia menyebutkan dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan ekspor kurang dari 3%, sedangkan pertumbuhan impor mencapai lebih dari 20% secara tahunan. 

"Untuk melindungi pasar dalam negeri dan meningkatkan daya saing industri TPT, Indonesia sudah seharusnya memiliki UU Ketahanan Sandang. Undang-undang ini kelak mengatur tidak hanya impor TPT dan sejenisnya, tetapi juga mengatur bermacam insentif dan aturan lainnya agar pengembangan industri TPT dilakukan secara berkelanjutan," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (25/3/2019).

Menurutnya, keberadaan undang-undang itu sangat mendesak bagi industri tekstil Tanah Air. Oleh karena itu, dia menegaskan Ikatsi akan memperjuangkan hal ini.

Lebih jauh, Suharno menyatakan saat ini industri tekstil nasional dalam kondisi yang terpuruk karena pasar dipenuhi barang impor dengan harga yang sangat murah. 

“Kalau hal ini dibiarkan berlarut maka akan sangat membahayakan masa depan industri TPT nasional karena kita semakin tergantung pada impor dan industri dalam negeri akan terus kehilangan pasarnya,” katanya. 

Adapun, sepanjang tahun lalu impor produk tekstil tercatat senilai US$7,81 miliar atau tumbuh 12,17% y-o-y dari US$6,96 miliar.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper