Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menginginkan kondisi win win solution atas perseteruan antara Indonesia dengan Uni Eropa terkait kelapa sawit.
Ketua Umum Aprobi MP Tumanggor menginginkan agar kedua belah negara dapat menyelesaikan perseteruan dengan jalan tengah. Masalahnya kedua belah negara masih saling membutuhkan ekspor-impor.
"Kami tentu maunya win-win solution. Retaliasi bukan hal bagus. Tapi kalau pun harus dilakukan ya berarti tergantung semangat nasionalisme. Untuk NKRI kita kadang perlu menderita," katanya pada Rabu (20/3).
Tumanggor menilai sebaiknya Uni Eropa pun melihat dari kacamata Indonesia. Pasalnya pelaku usaha dan pemerintah telah berusaha memperbaiki industri kelapa sawit melalui sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil dan moratorium. Pembukaan lahan baru telah dihentikan dan luas hutan di Indonesia pun masih 40 juta hektare.
"Kami sudah melakukn diplomasi. Tapi disisi lain mereka memang ingin melindungi konstituennya selaku petani. Parlemen boleh mengajukan [Undang-undang] tapi tidak harus diterima pemerintah," katanya.
Menurutnya, RED II ini telah didesain sedemikian rupa supaya pemerintah Uni Eropa mengadopsinya. Draft yang diumumkan pada tanggal 13 Maret itu pada 26 Maret akan dibawa ke Parlemen, padahal dalam isinya masih ada waktu dua bulan kedepan.
"Padahal kalau kita tidak ekspor dan impor yang rugi kedua belah pihak. Industri disana tidak dapat bahan baku dan konsumen mereka dapat bahan yang lebih mahal. Itu aja," katanya.
Maka dari itu, dia menyarankan supaya konsumsi domestik diperbesar. Sehingga volume ekspor sebesar 6 juta ton/tahun dapat dialokasikan sebagian untuk kebutuhan energi dalam negeri. Jadi konsumsi dalam negeri meningkat sampai 15 juta ton/tahun.
Selain itu, Tumanggor menegaskan supaya pemerintah melakukan hal yang sama terhadap produk Uni Eropa dengan mengkajinya kembali.