Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah RI akan menggandeng dunia usaha asal Uni Eropa (UE) untuk ikut menyuarakan kekecewaan pemerintah, sekaligus membantu proses negosiasi dan diplomasi kepada UE terkait dengan tindakan diskriminasi UE terhadap kelapa sawit Indonesia.
Pasalnya, sebagaimana diketahui, sejak 13 Maret 2019, berdasarkan kebijakan UE, Komisi Eropa mengeluarkan Regulasi Turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change).
Atas hal itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution kembali menyampaikan posisi keras Pemerintah RI dalam menanggapi dirilisnya konsep Delegated Act RED II oleh Komisi Eropa tersebut.
"Kelapa sawit merupakan komoditas sangat penting bagi Indonesia. Ini tecermin dari nilai kontribusi ekspor crude palm oil (CPO) senilai US$17,89 miliar pada 2018. Industri ini berkontribusi hingga 3,5% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Industri sawit juga menyerap 19,5 juta tenaga kerja, termasuk 4 juta petani kelapa sawit di dalamnya," tegasnya, di Kemenlu, Rabu (20/3/2019).
Selain itu, lanjut Darmin, kelapa sawit juga menjadi bagian penting dalam strategi pemenuhan kebutuhan energi nasional menggantikan bahan bakar fosil. Target produksinya mencapai 9,1 juta kl, yang dijalankan melalui program mandatori biodiesel (B-20) sejak 2015.
“Dengan peranan kelapa sawit tersebut, jelaslah bahwa kelapa sawit mempunyai peranan yang penting dalam pengentasan kemiskinan di Indonesia, yang juga merupakan prioritas pertama dalam pencapaian SDGs 2030,” tegas mantan Gubernur Bank Indonesia tersebut.
Menko Darmin pun menggarisbawahi bahwa selama ini hubungan baik antara Indonesia dan Uni Eropa sudah terjalin sejak lama, terutama dalam bidang ekonomi, yang terefleksi dalam perdagangan dan investasi.
“Presiden RI juga telah menyatakan keprihatinannya pada hubungan perdagangan dan investasi dengan Uni Eropa jika kebijakan diskriminasi terhadap sawit ini berlanjut,” katanya.
Kemitraan strategis antara Asean dan Uni Eropa saat ini ditunda dan Indonesia akan mengkaji ulang hubungan bilateral dengan negara-negara anggota Uni Eropa yang mendukung tindakan-tindakan diskriminatif yang diusulkan oleh Komisi Eropa tersebut.
“Kami khawatir apabila diskriminasi terhadap kelapa sawit terus berlanjut, akan memengaruhi hubungan baik Indonesia dan Uni Eropa yang telah terjalin sejak lama," tegasnya.
Terlebih saat ini, lanjut dia, saat ini sedang melakukan pembahasan intensif pada perundingan Indonesia-Uni Eropa CEPA (Comprehensif Economic Partnership Agreement).