Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Makin banyak Usaha Toko Ritel di Inggris Yang Tutup

Pasar ritel di Britania Raya mulai mengalami krisis, banyak toko yang mulai ditutup dari hari ke hari. Kondisi yang terjadi saat ini belum terlihat dasarnya.

Bisnis.com, JAKARTA – Pasar ritel di Britania Raya mulai mengalami krisis, banyak toko yang mulai ditutup dari hari ke hari. Kondisi yang terjadi saat ini belum terlihat dasarnya.

Beberapa toko yang menjadi korban krisis pasar ritel salah satunya adalah merek fesyen favorit istri Pangeran Inggris Kate Middleton, L.K. Bennett, toko roti Patisserie Valerie dan ritel hiburan HMV, yang sudah dua kali bangkrut.

Selain itu, rantai pusat perbelanjaan seperti Debenhams Plc juga menutup lusinan tokonya di saat mendapat tawaran pindah tangan manajemen dari miliuner taipan Mike Ashley. Perusahaan ritel Rival House of Fraser pun tak luput menyusut setelah diselamatkan oleh taipan tersebut tahun lalu.

Dengan kehadiran perusahaan dagang elektronik seperti Amazon Inc., membuat pembeli menggeser tujuannya menjah dari toko fisik. Ditambah lagi dengan Brexit, perusahaan mau tidak mau memberikan diskon tinggi yang akhirnya merugikan, dan kini belum ada obat yang bisa menyembuhkan kondisi ini.

Jalan pusat perbelanjaan di Inggris terus bertransformasi dalam sedekade terakhir, dengan banyaknya hunian yang berubah jadi kafe, toko amal, atau hanya sekadar jadi gudang penyimpanan. Pemilik pusat perbelanjaan BHS, Maplin, dan Toys ‘R’ Us kini lenyap.

Ritel lainnya juga terus berupaya agar tak bernasib serupa dengan mencoba susunan perusahaan yang baru, yang membuka peluang bagi perusahaan yang pailit untuk menutup toko yang tidak menghasilkan keuntungan dan memangkas biaya sewa.

Beberapa perusahaan seperti perusahaan fesyen New Look, rantai produk untuk bayi Mothercare, dan produsen karpet Carpetright sudah mengambil jalan itu.

Tingginya biaya sewa dan pajak membuat perusahaan makin sulit untuk tetap bisa membuka tokonya, dan penutupan toko kini malah jauh lebih banyak daripada pembukaan.

“Sebenarnya tidak ada peritel yang mau menutup tokonya cepat-cepat,” kata Rochard Fleming, Kepala Bidang Restruktur Eropa di Alvarez and Marsal, seperti dilansir Bloomberg, Selasa (19/3).

Salah satu yang membuat pasar ritel Inggris menderita adalah pertumbuhan platform dagang el yang cepatnya bukan main hingga membuat Inggris menjadi pionir pergeseran pasar ritel itu. Sekitar 17% dari penjualan ritel berasal dari dalam jaringan (daring), membuat Inggris bahkan lebih maju dari Amerika dan negara-negara Eropa lainnya dalam hal ritel daring.

Selanjutnya, dengan banyaknya toko yang tutup, banyak pula orang yang harus kehilangan pekerjaan. Meskipun jumlah pengangguran menyusut di Inggris dalam beberapa tahun belakangan, sektor ritel justru mengalami tren sebalinya.

Konsorsium Ritel Britania (BRC) mengestimasukan akan ada sekitar 900.000 pekerjaan yang lenyap dari sektor ritel pada 2025. Hal ini melihat peritel terbesar di Inggris Tesco Plc yang berencana memangkas 9.000 pekerjanya tahun ini. Ditambah dengan Marks & Spencer Group Plc yang menutup 100 tokonya dan memangkas ribuan pekerja.

Selain itu, operator pusat perbelanjaan dan pasar swalayan John Lewis Partnership Plc juga ikut memangkas bonus pekerjanya ke level terendah sejak 1953, menandakan adanya penurunan kesehatan eknomi perusahaan tersebut.

Paula Nickolds, Managing Director anak perusahaan pusat perbelanjaan John Lewis, mengatakan bahwa saat ini adalah saat paling menantang bagi perusahaan ritel non-f&b (makanan dan minuman). Konsumen yang terus mengalami penurunan menjadi penyebab utama, dengan banyaknya konsumen yang membeli sedikit barang dan umumnya yang berdiskon.

Adapun, Brexit juga ikut membebani pkiran dan isi dompet konsumen. Pelemahan nilai tukar pund sterling sejak Inggris memutuskan untuk memisahkan diri dari Eropa membuat kemampuan belanja masyarakatnya menyusut, sementara kemungkinan pelemahan ekonomi jika berhasil berpisah dengan Eropa pun juga membuat isi dompet makin cekak.

“Kondisi sekarang lebih parah dari krisis keuangan pada 2008 karena tekanannya lebih banyak dan lebih terasa,” ungkap Fleming. Jika pelemahan ekonomi makin parah, efek dari pergeseran ke dagang-el untuk pengusaha ritel akan jauh lebih buruk.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Mutiara Nabila

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper