Bisnis.com, JAKARTA – Target devisa pariwisata sebesar US$17,6 miliar dinilai kurang efektif dalam membantu perbaikan defisit transaksi berjalan di tengah performa neraca dagang yang babak belur.
Direktur Riset CORE Indonesia Piter R. Abdullah pesimistis lonjakan devisa dari pariwisata ini akan benar-benar membantu perbaikan defisit transaksi berjalan, terutama bila neraca perdagangan tetap defisit.
"Dengan target US$17.6 miliar artinya kenaikan devisa dari pariwisata hanya sebesar kurang lebih US$1.5 miliar pada tahun ini," ujar Piter, Senin (18/03/2019).
Seperti diketahui, total defisit transaksi berjalan mencapai US$31,7 miliar atau 2,9% terhadap PDB.
Kalau target ini tercapai, maka yang akan membaik adalah neraca perdagangan jasa.
Sementara itu, Piter menambahkan semua pihak tahu karakteristik defisit transaksi berjalan umumnya adalah surplus di neraca barang dan neraca pendapatan sekunder.
Padahal, sumber defisit umumnya berasal dari neraca jasa dan pendapatan primer.
Kecuali pada tahun 2018 dimana neraca perdagangan mengalami defisit besar sehingga total defisit transaksi berjalan sangat besar disekitar 3% terhadap PDB.
"Meskipun begitu upaya pemerintah dan BI untuk memacu surplus dipariwisata harus diapresiasi. Ini akan sedikit banyak membantu perbaikan defisit transaksi berjalan," ujarnya.
Pemerintah dan Bank Indonesia hari ini, Senin (18/03/2019), sepakat menetapkan proyeksi devisa dari sektor pariwisata sebesar US$17,6 miliar meningkat dari realisasi US$16 miliar tahun lalu.
Sebelumnya, Kementerian Pariwisata menargetkan devisa sebesar US$20 miliar untuk tahun 2019.
Devisa ini diyakini akan diperoleh melalui kunjungan turis hingga 20 juta orang tahun ini.