Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

4 Juta Ha Lahan Perhutanan Sosial Bisa Dimanfaatkan untuk Budi Daya Kopi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklaim ada 4 juta hektare lahan perhutanan sosial yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pertanaman kopi.
Panen kopi robusta, di Talang Padang, Lampung./Bloomberg-Dimas Ardian
Panen kopi robusta, di Talang Padang, Lampung./Bloomberg-Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengklaim ada 4 juta hektare lahan perhutanan sosial yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pertanaman kopi.

Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungn Hidup dan Kehutanan (PSKL KLHK) Bambang Supriyanto menyebutkan, saat ini ada 13,8 juta hektare (ha) lahan perhutanan sosial di mana 4 juta ha diantaranya memenuhi kriteria untuk dimanfaatkan sebagai lahan bertanam kopi.

Adapun kriteria yang dimaksud meliputi curah hujan tahunan, lamanya bulan kering, kemiringan lereng, elevansi atau ketinggian, dan sifat fisik tanah.

“Untuk kopi syaratnya curah hujan 1.500-2.000 milimeter, kelerengan 0,8 derajat, lama kering dua bulan saja,” ujarnya ketika ditemui usai Workshop Harmonisasi Pengembangan Kopi Hulu Hilir, Senin (11/3/2019).

Menurutnya, 4 juta ha lahan tersebut tersebar di 29 provinsi termasuk di lahan gambut dengan kedalaman hingga 3 meter yang bisa dimanfaatkan untuk skema perhutanan sosial.

Bambang melanjutkan bahwa saat ini dari 13,8 juta ha lahan perhutanan sosial dalam Peta Indikatif Area Pehutanan Sosial (PIAPS) 2,6 juta ha diantaranya telah didistribusikan. Distribusi perhutanan sosial ini merupakan bentuk pemberian akses kepada lahan bagi masyarakat. Dari angka tersebut, saat ini ada lebih dari 100.000 ha lahan yang dimanfaatkan untuk pengembangan kopi di sekitar 256 lokasi.

Saat ini, produktivitas kopi di lahan perhutanan sosial menurutnya telah mencapai 1 ton – 1,5 ton per ha atau lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata produksi perkebunan rakyat pada umumnya yang baru mencapai 0,7 ton per ha.

Hasil ini didapatkan lantaran adanya pendampingan bagi para petani kebun kopi juga kerja sama dengan pusat penelitian Kopi Kakao di Jember dan Palembang yang menyediakan bibit bersertifikat.

Selain menghasilkan produktivtas tinggi, kopipun disebut telah berbuah dalam 1,5 tahun setelah ditanam dan bisa dipanen di tahun kedua. “Bibit itu kalau asal-asalan kasihan dia menunggunya lama, hasilnya jelek,”

Selain akses lahan, petani juga diberikan akses kepada pemodalan. Namun, untuk bisa menyetuh akses pemodalan ini, kelompok petani harus memenuhi sejumlah syarat seperti adanya rencana kerja untuk 10 tahun, atau yang disebut business plan, yang jelas.

Sebagai pinjaman awal, kelompok pekebun bisa mengakses pinjaman melalui Bank Pesona dengan pinjaman mencapai Rp50 miliar untk kelompok masyarakat yang terdiri atas 25 orang atau setidaknya 15 orang per kelompok.

Selain itu, adapula akses pemodalan yang disediakan melalui kerja sama dengan Himbara (Himpunan Bnk-Bank Milik Negara).

“Jadi, akses yang sudah diberikan pemerintah itu juga bisa menjadi akses untuk modal dari perbankan. Kita sudah kerja sama dengan Himbara (BRI, BNI, mandiri, BTN). Dengan menunjukkan SK Hutan sosial dan business plan-nya, kemudan KUR nya bisa diberikan kepada kelompok masyarakat,” jelasnya.

Kendati demikian dia menegaskan bahwa bantuan pemodalam melalui kerja sama dengan Himbara tidak akan didistribusikan secara langsung tetapi bertahap misanya 20% untuk tahap pembukaan lahan, 40% untuk tahap pembibitan atau pembenahan, dan seterusnya.

Terakhir, adanya akses ke pasar atau konsumen juga dinilai menjadi salah satu aspek penting bagi majunya industri kopi Indonesia. Bambang menyebutkan, selain produktivitas tinggi, para petani atau pekebun juga memerlukan kepastian terkait adanya pihak yang akan menyerap hasil produksi mereka dengan harga yang baik.

Untuk mendapatkan nilai pasar yang baik, masyarakat pun didorong untuk bisa menciptakan produk bernilai tambah tinggi. Dengan demikian, biji kopi tidak hanya dijual dalam bentuk biji hasil panen tetapi diolah atau seperti dipanggang untuk menghasilkan nilai tambah.

Untuk itu, para penyuluh diminta bisa berperan aktif membimbing para petani mulai dari awal hingga mengarahkan petani untuk menghasilkan produksi yang sesuai dengan orientasi pasar sehingga produknya bisa terserap dengan maksimal.

“Tidak  hanya untuk mengejar jumlah berapa ton per hektare tetapi juga ada orientasi pasarnya yang diminta pasar itu apa? Bisa dia mitra organik atau spesifik dengan treatment tertentu,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper