Bisnis.com, JAKARTA – Pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dengan bahan bakar nabati berbasis 100% minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil) milik Kementerian ESDM di Belitung, Provinsi Bangka Belitung, telah berhasil dilakukan pengujian oleh PT Wijaya Karya Tbk.
Proyek percontohan pembangkit listrik tersebut diinisiasi oleh Ditjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selanjutnya, Kementerian ESDM juga menunjuk Wijaya Karya sebagai kontraktor rekayasa, pengadaan, dan konstruksi.
Sementara itu, teknologi generator disediakan oleh MAN Energy Solutions Indonesia. Pembangkit tersebut dapat dioperasikan menggunakan bahan bakar biodiesel dari CPO dan high speed diesel (HSD) sebagai cadangan.
Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali dan Nusa Tenggara PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Djoko Abumanan mengatakan kedua mesin PLTD CPO sudah dibebani maksimum masing 2,8 MW, dan saat ini memasuki pengujian 1x24 jam untuk beban 2,0 MW.
Kemudian BUMN setrum itu juga akan menindaklanjuti dengan melakukan uji coba untuk PLTD yang mereka miliki.
“PLN siap melakukan ATM, (Amati/Tiru/Modifikasi) pada PLTD milik PLN PT Perusahaan Listrik Negara (persero),” ujarnya kepada Bisnis pada Sabtu (9/3/2019).
BUMN kelistrikan itu akan mulai mengimplementasikan penggunaan crude palm oil atau kelapa sawit mentah 100% pada empat PLTD perseroan pada tahun ini.
Direktur Perencanaan Korporat PT PLN (persero) Syofvi Felianty Roekman mengatakan pembangkit itu di antaranya PLTD Kanaan di Bontang, Kalimantan Timur, dengan kapasitas 10 MW. PLTD Batakan di Balikpapan, Kaltim, dengan kapasitas 40 MW.
Selanjutnya PLTD Suppa di Parepare, Sulawesi Selatan, dengan kapasitas 62 MW serta pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) Jayapura deo Papua dengan kapasitas 10 MW.
Keempat pembangkit tersebut memerlukan kapasitas 190.000 kiloliter diesel per tahun. Langkah uji coba ini bisa mengurangi penggunaan diesel sejumlah itu setiap tahunnya.
Syofvi menyebut investasi tambahan akan dibutuhkan untuk melakukan modifikasi pada mesin pembangkit supaya bisa menggunakan CPO, akan teapi nilainya tidak terlalu signifikan karena modifikasi hanya bersifat minor.
“Ke depannya kalau bisa PLTG, karena kalau harga CPO bisa sama atau lebih murah dari gas pasti kami konversikan juga,” ujarnya.
Dia menambahkan pada pelaksanaannya biaya-biaya yang timbul untuk pengujian dapat diambil dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).