Bisnis.com, JAKARTA - Pabrik baja nirkarat di Konawe, Sulawesi Tenggara, diperkirakan beroperasi mulai 2021. Dengan pengoperasian pabrik ini, Indonesia akan memiliki kapasitas produksi stainless steel lebih dari 6 juta ton atau menjadi produsen keempat terbesar di dunia.
Ignatius Warsito, Direktur Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian, mengatakan bahwa saat ini pabrik baja nirkarat atau stainless steel di Konawe masih tahap konstruksi. Nantinya, pabrik ini akan menghasilkan baja nirkarat 3 juta ton per tahun.
Adapun, di Kawasan Industri Morowali yang berada di Sulewesi Tengah itu telah beroperasi pabrik stainless steel terintegrasi yang mampu memproduksi 3,5 juta ton per tahun.
“Saat ini pabrik stainless steel-nya masih tahap konstruksi, diharapkan [mulai] beroperasi 2 tahun ke depan,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (25/2/2019).
Warsito juga menyatakan pabrik baja nirkarat di Konawe tersebut akan menjadi pabrik terintegrasi, seperti yang ada di Morowali. Pasalnya, di kawasan tersebut juga terdapat pabrik smelter nikel milik PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dengan total kapasitas produksi nickel pig iron (NPI) dengan kadar nikel 10%-12% sebesar 800.000 ton per tahun.
Pabrik baja nirkarat tersebut dibangun oleh perusahaan afiliasi VDNI beserta dengan pabrik smelter nikel dengan kapasitas produksi nickel pig iron sebanyak 1,2 juta ton per tahun. Total nilai investasi ini diperkirakan mencapai US$2 miliar.
Pada saat meresmikan smelter milik VDNI di Konawe pada hari ini, Senin (25/2/2019), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan keyakinannya bahwa Sulawesi akan menjadi pusat industri berbasis stainless steel berkelas dunia dengan pabrik yang ada di Konawe dan Morowali.
“Apabila Indonesia mampu menembus kapasitas 6 juta ton stainless steel per tahun saja, itu dinilai menjadi produsen baja nirkarat keempat terbesar di dunia,” katanya.
Saat ini, lanjut Airlangga, China dan negara di Eropa merupakan produsen baja nirkarat terbesar di dunia. Berdasarkan data yang dihimpun Bisnis, produksi stainless steel China mencapai 21 juta ton per tahun.
Airlangga mengatakan bahwa industri pengolahan dan pemurnian atau smelter berbasis nikel semakin menggeliat seiring dengan peningkatan investasi yang masuk ke Indonesia. Terlebih lagi, industri smelter dinilai berperan penting dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional lantaran sejalan terhadap program peningkatan nilai tambah sumber daya alam.
“Pemerintah berkomitmen melaksanakan kebijakan hilirisasi industri, karena mampu meningkatkan nilai tambah sumber daya alam di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal dan penerimaan devisa dari ekspor,” katanya.
Oleh karena itu, pemerintah akan terus berupaya untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif agar dunia industri tetap bergairah melakukan investasinya di Indonesia.
Sebagai langkah mendorong penumbuhan investasi baru di sektor manufaktur, termasuk industri logam, pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas di antaranya tax holiday, tax allowance serta pembebasan bea masuk terhadap barang modal untuk investasi serta tata niaga.
Selanjutnya, dalam rangka menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan sesuai dengan kebutuhan dunia industri saat ini, Kemenperin telah meluncurkan program pendidikan vokasi yang link and match antara sekolah menengah kejuruan (SMK) dan industri di beberapa wilayah di Indonesia.
Dalam hal ini, pemerintah akan menyiapkan insentif kepada industri dalam negeri yang melakukan pengembangan SDM melalui pemberian super dedutible tax sebesar 200%.