Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Baht Thailand dan Rupiah Mata Uang Terkuat di Dunia

Berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, lonjakan baht sekitar 5% terhadap dolar AS dalam enam bulan terakhir menjadikan mata uang ini yang terkuat di dunia.

Bisnis.com, JAKARTA – Dua mata uang negara Asia yakni Baht Thailand  dan Rupiah dilaporkan paling kuat di dunia, berdasarkan data Bloomberg.

Berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, lonjakan baht sekitar 5% terhadap dolar AS dalam enam bulan terakhir menjadikan mata uang ini yang terkuat di dunia.

Sementara itu, rupiah tercatat sebagai mata uang terkuat kedua di dunia, dengan kenaikan sebesar hampir 2%. Demikian menurut data Bloomberg.

Penguatan rupiah memang terus merangkak naik, setelah sempat menyentuh level Rp15.000 per dolar AS, dan kini turun ke level Rp14.000 per dolar AS. Penguatan itu menjadikan rupiah mata uang terkuat kedua di dunia.

Selanjutnya, penguatan mata uang ketiga ditempati oleh Guilder Antillen yang juga hampir mencapai 2% dan disusul oleh Yen Jepang di posisi ke empat.

Baht Thailand dan Rupiah Mata Uang Terkuat di Dunia

Lonjakan baht menambah tantangan yang dihadapi ekonomi Thailand yang bergantung pada perdagangan tahun ini karena ekspor menurun.

Ekspor Thailand sendiri sudah menderita sejak perang perdagangan AS-China dan jatuh pada bulan Desember untuk bulan kedua berturut-turut, menurut data Kementerian Perdagangan Thailand.

Direktur Jenderal Kebijakan dan Strategi Perdagangan Kementerian, Pimchanok Vonkorpon mengatakan penguatan mata uang adalah kekhawatiran dan akan merugikan pengiriman ekspor.

Baht telah melonjak berkat cadangan devisa Thailand yang mencapai US$207 miliar, surplus neraca transaksi berjalan, dan pelemahan dolar AS yang dipicu sebagian oleh sikap dovish Federal Reserve baru-baru ini.

Kepala Analis Krung Thai Bank Pcl, Jitipol Puksamatanan mengatakan mata uang baht akan terus kuat sepanjang tahun ini. Tetapi Ekonom ING Groep NV Prakash Sakpal mengatakan politik bisa menjadi headwinds di tengah ketidakpastian yang berasal dari pemilihan umum yang digelar tahun ini, setelah lebih dari empat tahun militer berkuasa.

Ekspor barang dan jasa setara dengan sekitar dua pertiga dari produk domestik bruto (PDB) di negara dengan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara tersebut. Pertumbuhan ekspor mulai memudar sejak mencapai puncaknya pada awal 2018 dan penurunan berturut-turut selama November dan Desember menjadi yang pertama sejak 2016.

Kontraksi ekspor pada bulan Desember sebesar 1,72% melampaui estimasi survei Bloomberg yang memperkirakan penurunan hanya akan mencapai 0,2%.

Sejumlah pihak tetap optimis terhadap prospek ekonomi Thailand secara keseluruhan. Bank Dunia, misalnya, mengatakan pekan lalu bahwa peningkatan konsumsi dan investasi swasta mengisi banyak celah dari pelonggaran ekspor.

Bank of Thailand menaikkan suku bunga acuan pada Desember untuk pertama kalinya sejak 2011 sebesar 0,25% menjadi 1,75, di tengah upaya bank sentral untuk menormalkan kebijakan dan mencegah penumpukan risiko di sektor keuangan.

Tetapi kenaikan baht dapat memperumit masalah dengan membebani inflasi yang sudah di bawah target.

"Inflasi rendah dapat menyebabkan jeda panjang dalam siklus kenaikan suku bunga lambat kami kali ini," kata Kampon Adireksombat, kepala ekonom di Kasikorn Securities Pcl, seperti dikutip Bloomberg.

"Kami memperkirakan bank sentral akan menaikkan suku bunga hanya sekali tahun ini, pada kuartal keempat," lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper