Bisnis.com, JAKARTA — Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) menolak secara tegas rencana Provinsi Bali mengenakan pajak bagi wisatawan mancanegara (Wisman) sebesar US$10 karena akan menurunkan kunjungan wisman ke Bali sebesar 15%
Ketua Umum ICPI Azril Azahari mengatakan pajak ini perlu dikaji kembali karena tak masuk akal untuk mengenakan pajak sebesar US$10 kepada turis asing yang berlibur di Pulau Bali.
"Ini tentu pengenaan pajak yang diperuntukkan menjaga lingkungan dan budaya di Bali, akan menurunkan jumlah turis yang akan datang ke Bali, sekitar 15%. Ini juga ngebuat target 20 juta wisman tahun ini akan sulit tercapai," ujarnya, Senin (21/1/2019)
Berdasarkan data BPS, jumlah wisman yang datang melalui Bandara Ngurah Rai mencapai 5,53 juta orang dari Januari hingga November 2018. Angka itu naik 2,95% dari periode yang sama tahun 2017.
Lalu, wisman yang datang melalui jalur laut di Tanjung Benoa mencapai 27.884 orang, turun 10,6% dari periode sebelumnya yang mencapai 31.208 orang.
Terlebih, Bali merupakan top pertama destinasi wisata yang sering dikunjungi wisman.
Menurut Azril, pengenaan pajak ini lain halnya seperti di Jepang maupun Dubai yang mengenakan pajak sejenis ini berbeda dengan yang akan dikenakan di Bali. Pasalnya, negara itu telah mempersiapkan destinasinya secara baik.
"Destinasi di Indonesia belum sepenuhnya baik. Lain halnya dengan Jepang dan Dubai, kebijakan yang sejenis telah diberlakukan, namun destinasi mereka telah tertata baik. Ini aneh rencana Gubernur Bali didukung DPRD Bali dan beberapa asosiasi seperti PHRI Bali dan Asita Bali," kata Azril.
Rencana penerapan pajak ini, lanjutnya, mendapat keberatan oleh beberapa maskapai penerbangan internasional dan IATA (The International Air Transport Association).
"Ini didukung Gubernur Bali, DPRD Bali dan beberapa asosiasi seperti PHRI Bali dan ASITA Bali. Tapi ini sangat tak disetujui oleh pelaku usaha dari luar," ucapnya.
Azril menilai ada beberapa hal yang perlu dikaji lebih lanjut yakni apakah aturan ini tak bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat yang telah membebaskan visa untuk beberapa Negara yaitu sekitar 169 negara (Perpres 21 Tahun 2016) walaupun tidak reciprocal karena untuk wisatawan nusantara yang ingin outbound hanya bisa bebas visa untuk sekitar 73 negara di 2018.
Selain itu yang perlu dilihat apakah pajak yang diperoleh dari wisman tersebut akan langsung digunakan untuk perbaikan aktivitas pariwisata seperti untuk pengelolaan kebersihan di destinasi pariwisata.
"Dalam konsep responsible tourism yang saat ini mulai populer di berbagai Negara, bahwa tourist asing ikut berpartisipasi aktif (langsung) dalam dalam aktivitas pariwisata, seperti berpartisipasi dalam menjaga kebersihan hingga memungut sampah yang ada, ikut berperan dalam kegiatan seni-budaya misal ikut menari dan memainkan alat musik tradisional serta ikut membatik," tuturnya.
Lebih lanjut lagi, kegiatan membangun destinasi menjadi tugas utama pemerintah Pusat, provinsi, kabupaten/kotabterutama untuk meningkatkan daya saing pariwisata.
Azril menambahkan ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk ditingkatkan guna meningkatkan daya saing pariwisata, yaitu keamanan dan keselamatan, kesehatan dan kebersihan, penjagaan kelestarian lingkungan, dan infrastruktur atas informasi pariwisata.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sekaligus Ketua Visit Wonderful Indonesia (Viwi) 2018 Hariyadi Sukamdani menuturkan rencana itu akan mematikan pariwisata di Pulau Dewata karena memberatkan wisman yang berkunjung.
"Kami enggak setuju karena akan membuat Bali terpuruk. Bali ini top pertama yang menopang pariwisata Indonesia karena banyak yang ke Bali," ujarnya.
Sementara itu, Menteri Pariwisata Arief Yahya berpendapat pengenaan pajak ini harus dilihat, apakah pajak yang dikenakan ini akan memberatkan para turis terutama yang datang dari negara terdekat dengan Indonesia.
"Ini harus dihitungkan. Ketika ada tambahan biaya tentu demandnya akan turun. Pajak 10% maka demandnya akan turun 10% lalu memang akan kembali akan normal. Ini memang harus dihitung bener-bener," katanya.
Rencana ini harus dilakukan secara bijaksana dan tak membuat gaduh di kalangan pelaku usaha pariwisata sehingga harus dipastikan kapan diberlakukan kebijakan pengenaan pajak ini.
"Kalau ada pengenaan pajak ini, mohon rencana ini tak terlalu lama. Harus dipastikan secara legal sebelum berbicara kepada publik agar tak membuat gaduh," ucap Arief.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Bali akan mengenakan pungutan untuk sementara sekitar US$10 dolar.
Pungutan akan dilakukan melalui penjualan tiket atau pembelian tiket yang dilakukan oleh orang asing. Hal itu dilakukan karena selama ini yang terbanyak datang ke Bali adalah orang asing yang melalui pesawat udara.
Dana tersebut akan dimanfaatkan sampai ke desa adat yang paling bawah di Bali karena desa adat di Bali adalah benteng terakhir budaya Bali.