Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha sektor kehutanan mengaku siap menyumbang masukan apabila pemerintah meneruskan wacana penyempurnaan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu atau SVLK.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo menyatakan, selama ini para anggotanya sudah mematuhi aturan dalam skema SVLK itu.
“APHI sih mengikuti aturan, akan tetapi kalau aturan tersebut [ingin disempurnakan] menjadi lebih efisien sih kami berterima kasih, dan apabila butuh masukan dari stakeholder termasuk APHI, kami siap beri masukan,” tutur Indroyono Soesilo kepada Bisnis, Kamis (17/1/2019).
Indroyono mengatakan bahwa dirinya sejauh ini belum pernah mendengar adalah keluhan dari para anggota APHI terkait dengan sistem administrasi yang harus dilakukan oleh para anggotanya ketika mengajukan izin pembuatan sertifikat SVLK.
“Saya belum pernah mendengar komplain dari anggota [sampai saat ini]. Yang jelas, kalau untuk pendaftaran secara online dan sebagainya sih sudah bisa dijalankan,” jelasnya.
Baru-baru ini, Indroyono menyatakan SVLK sendiri telah dilengkapi oleh sistem pemasaran dan perdagangan hasil hutan secara onlinebernama Indonesia Timber Exchange (ITE, yang) menjadi salah satu faktor pendukung dalam mengejar potensi ekspor kayu dan produk kayu.
Sistem ini siap memfasilitasi pelaku usaha untuk memasarkan kayu dan produk kayu olahan ke jaringan pasar domestik dan dunia. Selain itu, kurs dolar AS yang sedang tinggi juga bisa mendorong kinerja ekspor kayu.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan agar tidak terjadi lagi pengiriman kayu ilegal di Indonesia, penyempurnaan sistem tata usaha dalam pengeluaran sertifikasi SVLK perlu dilakukan.
"Jadi, sekarang saya mau memanggil Dirjen Pengelolaan Hutan Produksi Lestari [KLHK Hilman Nugroho]. [Saya] mau menyuruh dia untuk menyempurnakan sistem penatausahaannya karena ada [indikasi] manipulasi [pengiriman kayu ilegal] juga terkait dengan sistem tersebut," katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (15/1).
Siti mengatakan itu merupakan solusi dini agar tidak terjadi lagi kejahatan pembalakan dan peredaran kayu ilegal. "Jadi, di dalam [KLHK] kami merapikan sistem SVLK, di luar Dirjen Penegakan Hukum KLHK [yang menangani apabila terjadi kasus]," lanjutnya.
SVLK berfungsi untuk memastikan produk kayu serta bahan bakunya diperoleh atau berasal dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas.
Kayu dapat disebut legal bila asal-usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, dan perdagangan/ pemindahtanganannya dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku.
SVLK mulai berlaku pada Juni 2009 sejak dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan No. P.38/Menhut-II/2009.
Adapun, sepanjang 2015—2018, KLHK sudah menindak 570 kasus pidana sampai pada tahap P21 (disidangkan) dan telah menggugat secara perdata 18 korporasi dengan putusan ganti rugi.
Dari total 18 korporasi tersebut gugatan untuk 10 korporasi sudah dikabulkan MA dengan nilai putusan lebih dari Rp18,33 triliun, serta sudah 461 korporasi yang diberikan sanksi, serta ada yang dicabut izinnya.