Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengusaha Desak Substansi RUU Persaingan Usaha Dikaji Ulang

Rancangan undang undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat didesak untuk dikaji kembali agar tak meredupkan iklim dunia usaha di Tanah Air. 
Kartel/repro
Kartel/repro

Bisnis.com, JAKARTA — Rancangan undang undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat didesak untuk dikaji kembali agar tak meredupkan iklim dunia usaha di Tanah Air. 

Ketua Bidang Peternakan dan Perikanan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton J. Supit menuturkan pada prinsipnya para pelaku usaha mendukung diterbitkannya Rancangan Undang Undang Persaingan Usaha (RUU PU)  ini karena mendukung persaingan usaha yang sehat dan antimonopoli. 

Tentu, undang-undang ini nantinya akan berdampak pada persaingan antar kalangan dunia usaha yang sehat sehingga menguatkan ekonomi Tanah Air.   

Namun, akan percuma apabila RUU-PU ini secara terburu-buru disahkan oleh DPR dengan kualitas isi yang jelek dan tak mendukung iklim dunia usaha.

"Kondisi ekonomi Tanah Air sedang tak baik, ada defisi transaksi dagang, sehingga RUU ini perlu dikaji kembali agar tak merusak iklim dunia usaha dan membuat calon investor enggan berinvestasi," ujarnya, Rabu (16/1/2019). 

Pelaku usaha, lanjutnya, trauma karena kewenangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ganda dimana menjadi pemeriksa dan pemutus. 

"Pada periode lalu, KPPU juga menyatakan karel sebelum diperiksa. Jadi saya melapor, saya memeriksa, saya juga yang memutuskan bermasalah," katanya. 

Hal ini berbeda dengan KPPU yang di luar negeri seperti Singapura yang memutuskan kasus apakah perusahaan itu melakukan kartel atau tidak selama 10 tahun. 

"Profesor Jerman yang membantu UU ini dalam memutuskan kartel atau tidak butuh bertahun tahun. Kami ingin ada lembaga yang kredibel agar tak terjadi moral harzard," ucap Anton.

Ketua Kebijakan Publik Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sutrisno Iwantoro mengatakan masih banyak materi yang secara substansi belum memenuhi kondisi riil pelaku usaha dalam konteks untuk meningkatkan perekonomian nasional sehingga DPR dan Pemerintah tak perlu terburu-buru untuk mengesahkan 

"RUU - PU sangat diperlukan guna menumbuhkan daya saing ekonomi nasional tetapi apabila tak pas justru akan kontra produktif bagi iklim usaha di Indonesia," tuturnya. 

Dia memaparkan di dalam RUU ini juga dibahas terkait penggabungan atau merger wajib mendapat persetujuan dari KPPU sebelum merger. Apabila tidak memberitahukan maka akan dikenakan sanksi sebesar 25% dari nilai transaksi dan sanksi publikasi dalam daftar hitam pelaku usaha. 

Pembelian aset oleh satu perusahaan kepada perusahaan lain seharusnya tak bisa masuk dalam kategori merger atau akuisisi yang harus dilaporkan kepada KPPU.  "Padahal kalau merger itu enggak ada transaksi," ujarnya. 

Lalu terkait kemitraan antara usaha besar dengan usaha kecil dan menengah, apabila melanggar maka akan diberikan hukuman berat termasuk denda sebesar 25% dari nilai transaksi kemitraan. 

Hal ini, menurut Sutrisno, akan membuat pelaku usaha besar enggan bermitra dengan usaha kecil dan menengah. 

Dia juga menyoroti posisi KPPU sebagai lembaga pengawas memiliki kewenangan yang masih integrated dimana dapat bertindak sebagai pelapor, pemeriksa, penuntut dan sebagai pemutus. 

Bahkan saat mengajukan keberatan diajukan ke pengadilan negeri dan Mahkamah Agung, KPPU berposisi sebagai pihak. 

Pihaknya juga keberatan apabila pelaku usaha terbukti melakukan monopoli maka dikenakan denda maksimum 25% dari nilai penjualan bukaan berdasarkan illegal profit. Padahal dahulu, pengenaan denda maksimal Rp25 miliar. 

Apabila pengusaha melakukan keberatan, pelaku usaha harus membayar 10% dari nilai denda. Pengadilan negeri pun diberi waktu 45 hari untuk memeriksa keberatan. 

Memang jangka waktunya bertambah dari 35 hari menjadi 45 hari. Semestinya diberikan waktu yang lebih panjang sesuai dengan standar pemeriksaan pengadilan maksimal 6 bulan dan dimungkinkan memeriksa terlapor dan dapat mengajukan bukti dokumen, sanksi dan ahli untuk menguji putusan KPPU secara menyeluruh. 

"Ada hukuman denda sebesar Rp120 juta dan kurungan enam bulan bagi orang yang menghalangi proses pemeriksaan," ucap Sutrisno.

Ketua Bidang Properti dan Kawasan Ekonomi Apindo Sanny Iskandar menambahkan dasar filosofi RUU-PU ini bukan semata-mata menghukum dan mematikan kegiatan usaha ini. Namun bagaimana menciptakan suatu situasi yang adil khususnya bagi pelaku usaha dan kepentingan umum untuk bisa mencapai suatu demokrasi ekonomi. 

"Jumlah denda yang tadinya Rp25 miliar maksimal sekarang dikaitkan dengan nilai transaksi penjualan sebesar 25%. Nilai penjualan ini kan perputaran dana usaha yang diterima dari kegiatan usaha sebelum dikurangi seluruh biaya yang ada," terangnya. 

Jika aturan denda 25% ini tetap dijalankan, maka sudah dipastikan perusahaan yang kena akan mematikan perusahaan itu. 

Ketua Komite Tetap bidang Kerjasama Perdagangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Ratna Sari Lopis berpendapat Indonesia masih membutuhkan investasi terlebih dalam rangka mendukung Masyarakat Ekonomi Asean (Asean). 

Regulasi yang terlalu rumit dan sulit akan membuat investor enggan berinvestasi di Tanah Air tetapi investor itu tetap menyasar pasar Indonesia. 

"Pasarnya Indonesia tetapi bukan investasi di sini malah di negara lain. Investasi jangan lari ke negara lain," kata Ratna.

Wakil Ketua Umum Kadin Suryani S Motik juga meminta agar pemerintah menunda karena masih banyak persoalan jika dipaksakan untuk diundangkan. 

"Posisi KPPU yang menjadi super body. Ini yang enggak bisa. Selain itu masih belum menganut azas praduga tak bersalah karen ketika naik banding terlebih dahulu harus bayar 10%," ucapnya.

Lalu terkait dengan masalah denda 25% dari nilai omset pun dinilai sangat tak mendukung iklim investasi apa lagi ditengah ekonomi yang kurang baik. "DPR dan pemerintah perlu menahan agar tidak merusak iklim bisnis," ujar Suryani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper