Bisnis.com, JAKARTA – Ekonomi Filipina diperkirakan akan bangkit menunjukkan tajinya tahun ini.
Setelah goncangan inflasi, kemerosotan mata uang sebesar 5%, dan defisit transaksi berjalan yang melebar membebani Filipina pada 2018, tekanan terlihat mulai mereda.
Pertumbuhan harga konsumen melambat bulan lalu, kinerja peso dan saham rebound, dan transaksi berjalan tampak tetap terkendali.
Pertumbuhan ekonomi negara beribu kota Manila ini diperkirakan akan melampaui 6% dengan reserve buffer menjadi salah satu yang terkuat di antara pasar negara berkembang (emerging market) global, menurut Moody's Investors Service.
“Kita telah melihat yang terburuk pada tahun 2018. Kita optimistis namun tetap berhati-hati karena tahu kita tidak lagi dalam kondisi itu,” ungkap Jonathan Ravelas, kepala strategi pasar di BDO Unibank Inc., Manila, seperti dilansir Bloomberg.
Indeks saham acuan Filipina telah naik lebih dari 7% sepanjang tahun ini, kenaikan terbesar di Asia. Nilai tukar peso pun menguat 0,6% ke level 52,3 per dolar AS, setelah menjadi salah satu yang paling terpukul oleh kemunduran pasar negara berkembang pada 2018.
Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan nilai tukar peso akan menguat hingga ke level 50 per dolar AS selama 12 bulan ke depan. Pengetatan kondisi keuangan tahun lalu dinilai akan memperlambat permintaan domestik dan pertumbuhan impor, sehingga membantu mendukung transaksi berjalan.
“Ada lebih banyak ruang bagi peso untuk rebound, dengan reserve buffer yang cukup dan fundamental yang cukup solid,” ujar Koji Fukaya, chief executive officer di FPG Securities Co., Tokyo.
Filipina memiliki keuntungan karena memiliki kewajiban utang luar negeri yang rendah. Pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo tahun ini dan total non-resident deposits selama satu tahun diperkirakan mencapai 25% dari cadangan devisa untuk tahun 2019, terendah di antara 19 pasar negara berkembang yang dilacak oleh Bloomberg, menurut perkiraan Moody's.
Pengiriman uang (remitansi) oleh warga Filipina yang tinggal di luar negeri menjadi pilar utama dukungan bagi ekonomi dan mata uang negara ini, dengan jumlah hingga 10% dari produk domestik bruto.
Arus masuk itu kemungkinan naik 8% pada November dari tahun sebelumnya karena ada lebih banyak orang yang mengirimkan uang ke kampung halaman mereka ini untuk liburan, menurut survei Bloomberg.
Ketika fundamental-fundamental ekonomi menguat, ini akan mengimbangi berbagai risiko termasuk perang perdagangan AS-China yang berkepanjangan dan kenaikan harga minyak dunia, yang telah menghambat ekonomi Filipina tahun lalu.
“Keadaannya tidak lagi suram. Investor siap terjun kembali ke Filipina,” tambah Ravelas.