Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menilai lilin olahan dari minyak sawit dapat menjadi subtitusi parafin untuk pembuatan kain batik. Pengembangan tersebut selain meningkatkan nilai tambah dan diversifikasi produk sawit, juga dapat mendukung industri kecil menengah (IKM).
Hal tersebut disampaikan Perekayasa BPPT Indra Budi Susetyo kepada Bisnis di Jakarta, Rabu (09/01/2019). Indra menjelaskan selama ini parafin yang digunakan industri batik menggunakan bahan baku impor, sehingga subtitusi dari sumber dalam negeri perlu didorong.
Dia menjelaskan parafin mencakup 15%–30% dari seluruh komposisi yang diperlukan untuk membuat batik. Jumlah tersebut menurutnya perlu disubtitusi, mengingat jumlah minyak sawit yang melimpah di Indonesia.
Berdasarkan data Ikatan Ahli Bioenergi Indonesia (Ikabi), produksi minyak sawit mentah (CPO) mencapai 46 juta ton dan produksi minyak inti sawit mentah (CPKO) mencapai 3 juta ton. Jumlah tersebut membuat Indonesia se agai produsen minyak sawit terbesar di dunia.
"Diversifikasi [produk olahan minyak sawit] dapat menyediakan bahan baku bagi industri kreatif batik dari sumber daya terbarukan yang ada di lokal, menggantikan barang impor," ujar Indra.
Indra menjelaskan serapan olahan minyak sawit untuk keperluan industri batik tidak akan sebesar serapan untuk pengolahan bahan bakar biodesel, tetapi hal tersebut dapat memicu pengembangan diversifikasi produk olahan.
Pengembangan tersebut menurutnya memerlukan kerja sama berbagai pemangku kebijakan, seperti Kementerian Perindustrian dan pelaku industri. Dia pun menilai kebijakan pemerintah perlu mendukung pengembangan teknologi pengolahan lilis dari minyak sawit.
Adapun, produk lilin olahan mainyak sawit tersebut telah dibuat oleh perajin batik di Banyumas dan Yogya. Produk tersebut memiliki karakteristik berbeda dengan parafin, baik dalam titik leleh maupun karakteristik saat bertemu senyawa lain.