Bisnis.com, JAKARTA — Nilai konsumsi domestik untuk produk makanan dan minuman (mamin) melalui pasar tradisional pada 2019 diperkirakan turun 1%—2% dari capaian tahun lalu.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi S. Lukman menjabarkan, total omzet konsumsi domestik industri mamin pada tahun lalu mencapai Rp1.550 triliun.
Menurutnya, permintaan produk mamin olahan dari pasar tradisional tahun ini akan terus melandai lantaran tren penurunan daya beli masyarakat berlanjut.
“Konsumsi dari pasar tradisional kami perkirakan memburuk pada tahun ini. Padahal, permintaan dari pasar tradisional mencapai 60% dari total permintaan mamin di dalam negeri,” ujarnya, Selasa (8/1/2019).
Selain karena faktor penurunan daya beli masyrakat, perlambatan konsumsi domestik untuk produk mamin olahan turut dipicu oleh peralihan gaya berbelanja masyarakat dari pasar tradisional ke ritel modern.
Dia mengatakan, pada 2019 terdapat potensi peningkatan konsumsi atau pembelian produk mamin melalui pasar modern sebesar 9%—10% secara year on year (yoy).
Hanya saja, kenaikan tersebut dinilai tidak akan cukup signifikan untuk membuat industri mamin nasional mencapai pertumbuhan dua digit tahun ini. Gapmmi memproyeksikan pertumbuhan industri mamin 2019 hanya 8%, atau hampir sama dengan realisasi 2018.
Di sisi lain, Adhi mengestimasikan permintaan domestik pada produk mamin akibat pemilihan presiden (pilpres) tidak akan terlalu signifikan. Hal itu tampak dari proyeksi permintaan melalui sektor institusi yang hanya tumbuh 2%—3%. Padahal, permintaan dari sektor insitusi memiliki porsi 10% dari total konsumsi mamin domestik.
Ketika dihubungi terpisah, Ketua Ikatan Pedagangan Pasar Indoneesia (Ikappi) Abdullah Mansuri mengamini adanya penurunan daya beli di pasar tradisional.
Dia mengelaborasi bahwa sepanjang tahun lalu omzet pedagang pasar tradisional turun 10%—15% secara yoy. Menurutnya, penurunan permintaan terbesar terjadi pada komoditas mamin.
“Pada momentum Natal 2018 dan Tahun Baru 2019, penurunan daya beli masyarakat sangat terasa. Masyarakat banyak yang menahan konsumsinya bahkan untuk produk mamin olahan. Padahal, biasanya saat liburan permintaannya besar.”
Dia memperkirakan, kondisi serupa akan terus berlanjut tahun ini. Dia meyakini, momentum pilpres sekalipun tidak akan terlalu menggenjot pembelian produk mamin dari pasar tradisional.
Pasalnya, dia melihat adanya perubahan pola kampanye, di mana proses penggalangan massa tidak terlalu masif dilakukan oleh partai politik maupun pasangan calon (paslon) yang akan bertarung di pilpres tahun ini.
Alhasil, kata Abdullah, permintaan produk mamin—yang menjadi salah satu kelengkapan kampanye—bakal turun. Namun, para pedagang pasar tradisional berharap penurunan itu tidak akan sebesar tahun lalu.
Untuk itu, dia mendesak pemerintah segera mengesahkan peraturan presiden mengenai perlindungan pasar tradisional yang tertahan sejak 2017.
Ekonom Core Indonesia Mohammad Faisal menambahkan, penurunan konsumsi mamin di pasar tradisional secara tidak langsung menjadi cerminan dari kondisi ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Ini menggambarkan ada yang salah dengan masyarakat menengah ke bawah, apalagi komoditas yang diperkirakan terkoreksi adalah mamin. Memang terdapat peralihan gaya belanja masyarakat dari pasar tradisional ke ritel modern. Namun, tren itu belum signifikan,” jelasnya.
Dia khawatir, daya beli dan konsumsi masyarakat menengah ke bawah akan semakin terluka apabila rupiah kembali melemah. Pasalnya, hal itu akan membuat pengusaha mamin menaikkan harga produknya hingga 5%, sehingga mengganggu konsumsi rumah tangga domestik secara akumulatif pada 2019.
Terlebih, sebutnya, momentum pilpres tidak akan terlalu berdampak siginfikan kepada konsumsi masyarakat karena partai politik serta paslon saat ini lebih memilih melakukan kampanye melalui media sosial.
“Hal itu berbeda dengan pemilihan presiden pada 2014 yang masih banyak mengandalkan metode pengumpulan massa,” tegasnya.