Bisnis.com, JAKARTA – Industri manufaktur China kembali terkontraksi di bulan Desember ke level terendah sejak awal 2016, menggarisbawahi kekhawatiran atas perlambatan ekonomi domestik dan kemungkinan berlanjutnya perang dagang.
Dilansir dari Bloomberg, indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) sektor manufaktur turun menjadi 49,4 pada bulan Desember. Angka ini turun di bawah level 50 yang menunjukkan kontraksi.
Indeks pesanan baru untuk ekspor, yang memberikan indikasi permintaan di masa mendatang, turun menjadi 46,6, dari 47 pada bulan sebelumnya. Adapun PMI non-manufaktur, yang mencerminkan aktivitas di sektor konstruksi dan jasa, naik menjadi 53,8 dari 53,4
"Perlambatan akan berlanjut ke tahun depan. PMI yang lemah dapat menghasilkan lebih banyak stimulus pemerintah untuk menopang perekonomian,” ungkap Larry Hu, ekonom Macquarie Securities Ltd yang berbasis di Hong Kong, seperti dikutip Bloomberg.
Seperti diketahui AS sepakat untuk menunda kenaikan tarif impor untuk barang asal China senilai US$200 miliar hingga 1 Maret 2019 setelah kedua belah pihak mencoba untuk mencapai kesepakatan atas masalah-masalah seperti dugaan pencurian kekayaan intelektual dan teknologi, perang perdagangan, dan defisit neraca perdagangan.
Indeks sektor manufaktur yang lemah ini melanjutkan pelemahan dari bulan November, dengan pertumbuhan produksi industri yang terlemah dalam satu dekade terakhir, sedangkan laba industri jatuh untuk pertama kalinya dalam hampir tiga tahun terakhir.
Akan tetapi, masih ada tanda-tanda bahwa efek stimulus mulai terasa, dengan rebound investasi aset tetap dan membaiknya tingkat pengangguran.
Peningkatan dukungan pemerintah, termasuk kebijakan moneter yang lebih longgar, pemotongan pajak dan biaya, dan investasi untuk meningkatkan manufaktur, sangat diharapkan di tahun 2019, menurut pertemuan perencanaan pemerintahan bulan ini.