Bisnis.com, JAKARTA - Implementasi kebijakan B20 sejak awal dinilai tak akan cukup efektif mengikis ketergantungan pemerintah terhadap impor hasil minyak.
Pengamat ekonomi Asia Development Bank (ADB) Institute Eric Alexander Sugandi menjelaskan, kelihatannya kebijakan B20 belum signifikan untuk turunkan impor BBM. Apalagi kalau melihat data BPS untuk neraca dagang November 2018, volume impor minyak mentah sebenarnya turun 4,2% secara bulanan, tetapi volume impor hasil minyak naik 15,2%.
"Indonesia masih tergantung pada impor hasil minyak. Kebijakan B20 belum signifikan untuk turunkan impor BBM," kata Eric, Selasa (18/12/2018).
Dia menjelaskan bahwa cara yang paling tepat untuk menurunkan defisit neraca dagang minyak sebenarnya adalah kenaikan harga BBM, tetapi memang ada trade off ke tekanan inflasi dan biaya politiknya untuk pemerintah.
"Pengguna B20 juga relatif terbatas. Jadi memang sampai saat ini belum efektif," jelasnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit secara kumulatif, Januari - November, sebesar US$7,52 miliar dibebani oleh defisit pada neraca migas yang mencapai US$12,15miliar.
Dari neraca migas, defisit terbesar dialami oleh hasil minyak yang mencapai US$14,74 miliar. Sementara itu, gas masih mengalami surplus sebesar US$6,47miliar.