Bisnis.com, JAKARTA — PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) telah mendapat restu dan mengantongi izin pelaporan persaingan usaha (anti trust filing) dari lima negara, yang di antaranya menjadi negara tujuan ekspor PT Freeport Indonesia.
Kelima negara itu adalah Jepang, Korea Selatan (Korsel), China, Filipina, dan Indonesia.
Direktur Utama Indonesia Asahan Alumunium (Inalum) Budi G. Sadikin mengatakan saat ini penyelesaian divestasi menyisakan finalisasi antara PT Freeport Indonesia dengan pemerintah pusat mengenai draf Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dia mengharapkan urusan divestasi saham bisa rampung sesuai target Pemerintah Indonesia, yakni pada 15 Desember 2018.
“Anti trust sudah selesai semua. Sekarang tinggal finalisasi IUPK,” ujarnya, Senin (10/12/2018).
Menurut Budi, penyelesaian transaksi dan penerbitan IUPK semestinya bisa diselesaikan pada waktu yang bersamaan. Pemerintah juga sudah berkonsultasi dan menjelaskan porsi kepemilikan saham kepada BUMD Papua.
Sementara itu, Direktur Keuangan Inalum Orias Petrus Moedak mengungkapkan perusahaan telah siap menyetorkan dana divestasi. Perusahaan tambang milik negara itu menyebutkan penerbitan global bond senilai US$4 miliar telah dijanjikan dalam prospektus untuk digunakan paling lambat selama 6 bulan ke depan atau hingga akhir Juni 2019.
Total pendanaan yang telah dialokasikan perseroan adalah sebesar US$5,4 miliar. Dana itu telah ditempatkan di escrow account, yaitu rekening penampungan untuk dana yang dipercayakan kepada kustodian berdasarkan perjanjian tertulis untuk tujuan tertentu.
Adapun saat ini ada selisih sekitar US$150 juta dari penerbitan obligasi global tersebut dengan total dana pembayaran 51% saham Freeport Indonesia yang senilai US$3,85 miliar. Orias menyebut selisih dana itu nantinya bisa digunakan untuk kepentingan pengembangan lain setelah pembayaran dilakukan terlebih dahulu.
Menurut catatan Bisnis, Inalum harus membayar US$350 juta untuk membeli saham PT Indocopper Investama dan membayar 40% saham partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia sebesar US$3,5 miliar.
Selanjutnya, sambung Orias, jika penyelesaian transaksi melewati jangka waktu yang telah disepakati, maka pendanaan melalui penerbitan obligasi global akan dikembalikan lagi untuk membayar bunganya.