Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menilai rencana relaksasi daftar negatif investasi atau DNI pada Paket Kebijakan Ekonomi XVI dirancang agar tidak merugikan produksi kayu dibawah 2.000 meter kubik.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyatakan rumusan DNI pada bakal Paket Kebijakan Ekonomi XVI tidak menyatakan bahwa semua produk kehutanan itu mendapatkan 100% relaksasi DNI. Ada beberapa yang hanya mendapat relaksasi 75%, 45%, bahkan 25%.
“Itu kombinasi kerja perindustrian dengan KLHK. Namun karena telah disetujui dan untuk kita yang lebih penting dijaga adalah produksi kayu yang dibawah 2.000 meter kubik itu jangan sampai kena,” kata Siti di Manggala Wanabakti, Jumat (23/11/2018).
Siti menjelaskan, jika produksi kebutuhan baku dari relaksasi DNI semakin meningkat, semua pelaku usaha juga harus mendorong penanaman pohon. Misalnya di Jawa, banyak terjadi mutas pohon dalam area hutan rakyat. Oleh sebab itu, Siti mendorong lebih banyak peremajaan lahan dengan menanam pohon.
“Ini kan sudah ada yang 5 tahun pohon bisa jadi barecore, ini mendorong industri dan sekaligus mendorong tanaman pohon juga di pabriknya jadi rangsangan industri dan tanaman harus imbang,” terang Siti.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menggelar pertemuan internal dengan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani, pada Kamis (22/11/2018). Ada pun pertemuan tersebut membahas pernyataan Ketua Umum Kadin Rosan P. Roeslani yang meminta agar Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang telah diluncurkan Jumat pekan lalu, agar dilakukan penundaan pemberlakuannya, terutama menyangkut Daftar Negatif Investasi (DNI).
Kadin meminta pemerintah menunda Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang mencakup perluasan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan (tax holiday), peningkatan devisa hasil ekspor industri berbasis sumber daya alam (DHE) dan relaksasi daftar negatif investasi (DNI) pada pekan lalu.
Rosan memahami alasan pemerintah melakukan langkah-langkah itu karena situasi perekonomian nasional saat ini memang membutuhkan dukungan kebijakan yang mampu mendorong pertumbuhan, terutama masalah kenaikan defisit neraca transaksi berjalan.
"Kami menilai ada poin-poin yang perlu mendapatkan perhatian pemerintah, khususnya berkaitan dengan Daftar Negatif Investasi [DNI] 2018," ujar Rosan.
Kebijakan investasi ini, sambung Rosan, berkaitan erat dengan dunia usaha dan Kadin sebagai lembaga yang mewadahi para pengusaha. Dengan demikian, objektivitas kebijakan ini akan turut dipengaruhi oleh masukan-masukan dari dunia usaha.