Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan turut hadir pada The Second Meeting of the Conference of the Parties to the Minamata Convention on Mercury atau COP 2, untuk menegaskan komitmen pemerintah Indonesia terkait pengaturan merkuri.
Agenda COP2 berlangsung mulai tanggal 19–23 November, di Jenewa, Swiss. Pertemuan tersebut bertujuan merumuskan strategi tindak lanjut pengelolaan dan penanganan merkuri global.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) KLHK, Rosa Vivien Ratnawati, menjelaskan bahwa kehadiran KLHK pada pertemuan COP2 Konvensi Minamata, akan menegaskan pada dunia internasional tentang capaian dan kebijakan nasional dalam pengurangan, serta target penghapusan merkuri.
''Kami menjajaki kerjasama bilateral/regional dalam peningkatan capacity building dan institutional development. Indonesia juga mengusulkan kerangka program sharing experience dan technical assisstance bagi negara-negara berkembang,'' kata Vivien melalui siaran persnya Rabu (21/11/2018).
Dia menambahkan kegiatan ini merupakan agenda lanjutan dari konvensi Minamata pada 2017, sebagai respon masyarakat internasional termasuk Indonesia menghadapi dampak penggunaan, emisi dan lepasan merkuri terhadap kesehatan manusia dan ke lingkungan hidup.
Pemerintah Indonesia telah menyusun rencana aksi nasional pengurangan dan penghapusan Merkuri pada 2030. Selain itu juga telah membetuk komite penelitian dan pemantauan merkuri. Hal ini dilakukan untuk melindungi masyarakat dari dampak penggunaan merkuri melalui transfer teknologi pengolahan emas dan/atau alih mata pencaharian penambang Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK).
Selain itu Indonesia mengusulkan skema pendekatan transformasi sosial, ekonomi dan lingkungan hidup yang bersinergi dengan seluruh pemangku kepentingan. Vivien menyebut ini menjadi kunci menyukseskan target pengurangan dan penghapusan merkuri di Indonesia. Seluruh masyarakat dunia juga memiliki kesempatan yang sama dalam mendukung dan membantu tercapainya tujuan Konvensi Minamata.
''Hal ini merupakan kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk menjadi bagian dari upaya internasional dalam menjadikan merkuri sebagai sejarah masa lalu (Make Mercury History),'' tegas Vivien.
Negara-negara yang menandatangani dan mengesahkan konvensi Minamata, termasuk Indonesia, telah sepakat untuk merapatkan barisan mengatur strategi dalam menangani permasalahan akibat merkuri dalam seluruh daur hidupnya.
Hingga pertengahan 2018 setidaknya 101 negara telah meratifikasi atau mengesahkan konvensi ini. Konvensi Minamata melarang adanya pertambangan primer merkuri, mengatur perdagangan merkuri, membatasi hingga menghapuskan penggunaan merkuri, mengendalikan emisi dan lepasan merkuri serta mendorong pengelolaan limbah mengandung merkuri yang ramah lingkungan.
Organisasi PBB di bidang lingkungan hidup, UN Environment, menyatakan bahwa setiap tahun setidaknya 9.000 ton merkuri lepas ke atmosfer, air maupun tanah. Sumber emisi dan lepasan merkuri terbesar berasal dari kegiatan PESK yang diikuti dengan pembangkit listrik berbahan bakar batubara, produksi non-ferrous metal, serta proses produksi semen.
Namun demikian, dalam kehidupan sehari-hari, merkuri juga banyak ditemukan, seperti dalam alat kesehatan seperti termometer, amalgam gigi, baterai, kosmetik, lampu fluorescent, dan lain lain.