Bisnis.com, JAKARTA - Ego sektoral dinilai menjadi penyebab permasalahan truk overdimention dan overload (ODOL) belum terselesaikan hingga saat ini.
Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi mengatakan permasalahan ODOL termasuk ke dalam masalah bangsa dan negara.
“Kenapa kok ODOL dari dulu tidak pernah selesai? Ini ODOL persoalan yang terjadi karena kita saling ego, pengusaha maunya untung sebanyak-banyaknya. Kalau kita tidak mau berubah, ya, dalam waktu dekat Ditjen Hubdat akan mengubah semuanya karena masalah ODOL adalah masalah bangsa dan negara,” katanya dalam keterangan resmi, Minggu (28/11/2018).
Budi menyatakan penyelesaian ODOL memang menjadi tanggung jawab Kementerian Perhubungan. Namun, di sisi lain ada peran penting dari otoritas lain seperti Kementerian PUPR, Pemda, Polri, juga Asosiasi seperti Aptrindo dan Organda. "Cepat atau lambat ODOL akan selesai!” ujar Budi.
Menurutnya, hingga saat ini ada dua wilayah yang telah melaksanakan “Stop ODOL” dengan baik yaitu Riau dan Jawa Timur. Di Riau sendiri, dia memuji inisiatif para pengemudi dan asosiasi yang memotong sendiri kendaraan mereka agar sesuai dengan ukuran yang diperbolehkan.
Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan menyatakan pihaknya berkomitmen dalam pemberantasan ODOL melalui pemotongan truk yang mereka miliki agar sesuai ukuran dan ketentuan.
“Kami juga perlu mengapresiasi 7 pengusaha yang menormalisasi kendaraannya di Riau ini. Namun hingga saat ini belum beroperasi karena belum uji kir dan ini merupakan PR bagi kita semua,” ujar Gemilang.
Sementara itu, Direktur Jalan Bebas Hambatan Perkotaan dan Fasilitasi Jalan Daerah Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR) Hedy Rahadian menyatakan beberapa dampak ODOL yaitu kerusakan jalan sebelum periode/umur teknis rencana tercapai (kerusakan dini). ODOL juga menyebabkan menurunnya tingkat keselamatan, menurunnya tingkat pelayanan lalu lintas dan timbul kemacetan, serta menurunnya kualitas lingkungan akibat polusi.
“Kita perlu sinergikan langkah agar jalan kita dapat berkontribusi pada ekonomi yang kompetitif dan mampu memberikan waktu tempuh minimum. Saya paham ini masalah yang sulit diselesaikan tapi jangan sampai kita ketinggalan,” ujar Hedy.