Bisnis.com, JAKARTA - PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) dan calon investor menyiapkan dua skema restrukturisasi utang kepada kreditur setelah sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dikabulkan.
Sekretaris Perusahaan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) Edi Winarto mengatakan secara umum terdapat dua skema yang ditawarkan kepada kreditur Merpati Nusantara Airlines. Adapun, opsi yang ditawarkan yakni debt to equity convertion dan sebagian perpanjangan dan penjadwalan kembali utang.
Edi mengatakan dana dari calon investor MNA akan masuk setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Maskapai pelat merah itu nantinya akan menerbitkan saham baru.
“Nanti masuknya [dana Rp6,4 triliun] sebagai ekuitas Merpati,” jelasnya kepada Bisnis, Rabu (14/11/2018).
Dia menjelaskan bahwa untuk proses pengoperasian kembali MNA masih memerlukan waktu. Beberapa tahapan harus dilalui oleh perseroan serta calon investor.
“Harus ada persetujuan DPR dan implementasi dari proposal perdamaian serta pengurusan perizinan,” imbuhnya.
Baca Juga
Seperti diketahui, Pasal 3 Ayat 1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Privatisasi Perusahaan Perseroan (Persero) mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan privatisasi setelah DPR memberikan persetujuan atas RAPBN yang didalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil privatisasi. Selanjutnya, Pasal 3 Ayat 2 menyebut rencana privatisasi dituangkan dalam program tahunan privatisasi yang pelaksanaannya dikonsultasikan kepada DPR.
Untuk membahas dan memutusukan kebijakan tentang privatisasi, PP Nomor 33 Tahun 2005 mengatur bahwa pemerintah harus membentuk sebuah komite privatisasi sebagai wadah koordinasi. Tim tersebut dipimpin oleh Menteri Koordinator yang beranggotakan Menteri Keuangan dan Menteri Teknis tempat perseroan melakukan kegiatan usaha.
Adapun, Pasal 5 Ayat 1 PP Nomor 33 Tahun 2005 mengatur beberapa cara privatisasi yakni penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal, penjualan saham secara langsung kepada investor, dan penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan persero.
Seperti diketahui, total utang MNA yang diajukan kreditur di pengadilan senilai Rp10,03 triliun. Akan tetapi, menurut perhitungan Perusahaan Pengelola Aset (PPA), total utang perseroan mencapai Rp10,72 triliun.
Menurut catatan Bisnis, MNA memiliki total utang 10,03 triliun kepada tiga kategori kreditur. Pertama, kreditur separatis atau jaminan kebendaan senilai Rp3,33 triliun dengan pemegang tagihan terbesar Kementerian Keuangan senilai Rp2,1 triliun.
Kedua, kreditur konkuren senilai Rp5,62 triliun. Tagihan terbesar untuk kategori tersebut dipegang oleh PT Pertamina (Persero) senilai Rp2,6 triliun.
Terakhir, tagihan dari kreditur preferen atau prioritas tercatat Rp1,08 triliun. Jumlah tersebut menampung tagihan dari bekas karyawan dan kantor pajak.