Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan meminta melebarnya nilai impor migas diimbangi dengan penguatan ekspor di sektor nonmigas.
Jonan mengatakan di negara-negara besar seperti Jepang dan Singapura, bernasib sama dengan Indonesia yang menggantungkan diri pada pasokan impor migas untuk kebutuhan dalam negeri.
Menurutnya, minyak yang diimpor untuk kebutuhan dalam negeri digunakan sebagai barang modal, sehingga memberikan nilai tambah.
“Tapi mereka [Jepang, Singapura] impor minyak dan gasnya jauh lebih besar dari Indonesia, tapi ekspornya besar, Ekspor produk lainnya besar. Lah kita kan mesti nya begitu, kan impor minyak ini nggak untuk diminum, kan ini sebagai alat produksi,” tuturnya, Kamis (15/11/2018).
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia defisit US$1,82 miliar pada Oktober 2018 seiring dengan arus impor yang kembali meningkat.
Nilai defisit ini disebabkan oleh posisi neraca ekspor yang tercatat sebesar US$15,80 miliar atau lebih rendah dibandingkan nilai neraca impor sebesar sebesar US$17,63 miliar.
Berdasarkan tahun kalender, sepanjang Januari hingga Oktober 2018, neraca perdagangan juga mengalami defisit sebesar US$5,5 miliar. Posisi defisit ini disebabkan oleh posisi defisit di neraca migas sebesar US$10,7 miliar, di mana defisit hasil minyaknya mencapai US$13,21 miliar.
Jonan mengamini dengan dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, nilai impor migas membesar. Jonan berharap peningkatan ekspor nonmigas untuk menambal kinerja impor migas.
Jonan berharap cara pandang melihat impor migas tidak dibandingkan dengan impor sektor lain, karena migas memberikan nilai tambah dan mendukung produksi.
“China coba impor minyaknya berapa? tapi ekspornya besar produk lainnya. Kan ini minyak itu adalah salah satu bahan untuk produksi dalam perspektif yang luas ya,” tambahnya.