Bisnis.com, JAKARTA—Ekonomi Jepang berkontraksi ke level yang lebih rendah daripada perkiraan. Hal itu disebabkan oleh bencana alam yang mengganggu produksi dan berkurangnya ekspor karena permintaan dari luar negeri melambat.
Kantor Kabinet mengumumkan, PDB Jepang secara tahunan (year-on-year) pada kuartal III/2018 anjlok ke level -1,2%, meleset daripada perkiraan sebesar -1,0%, dan turun dari perolehan pada kuartal sebelumnya di level 3,0%.
Adapun berkurangnya permintaan domestik merupakan alasan besar dibalik tergerusnya ekonomi Negeri Sakura pada periode tersebut. Pasalnya, angin topan dan gempa yang terjadi sebelumnya telah menghambat kerja manufaktur.
Data konsumsi privat, yang berkontribusi sekitar 60% terhadap PDB, turun 0,1% pada periode Juli—September, atau sedikiti di atas median ekonom yang disurvei Reuters sebesar -0,2%.
Pada kuartal IV/2018, Menteri Ekonomi Jepang Toshimitsu Motegi berharap PDB Negeri Sakura dapat kembali pulih karena pengaruh dari bencana alam dipercaya hanya untuk sementara.
“Ekonomi Jepang diharapkan pulih ditopang oleh permintaan domestik,” kata Motegi dalam pernyataan yang dirilis bersamaan dengan data ekonomi tersebut, seperti dikutip Reuters, Rabu (14/11/2018).
Namun demikian, kelanjutan tensi dagang antara AS dan China yang memberatkan pertumbuhan PDB Jepang pada kuartal III/2018 dikhawatirkan tetap dapat menekan ekspor ke depannya.
Adapun ekspor Jepang pada periode Juli—September 2018 menunjukkan penurunan 1,8% secara kuartalan, atau pelemahan terbesar selama lebih dari tiga tahun terakhir.
“Ekspor produk-produk IT ke Asia telah melambat dari musim semi, jadi kami perlu mencermati dampak friksi dagang dan outlook pertumbuhan China yang dapat berpengaruh terhadap ekonomi Jepang,” imbuh Motegi.
Senada, ekonom menilai perang dagang antara AS dan China merupakan ancaman besar bagi perekononmian Jepang, khususnya produk-produk komponen mobil, elektronik, dan mesin berat yang dieskpor Negeri Sakura.
“Penurunan ekspor tidak dapat sepenuhnya disebut sebagai akibat bencana alam,” kata Hiroaki Muto, Ekonom di Tokai Tokyo Research.
Dia memperkirakan, berkurangnya ekspor ke China karena perlambatan ekonomi di sana tidak akan dapat memulihkan PDB Jepang bahkan hingga paruh pertama tahun depan.
“Kami memperkirakan ekonomi [Jepang] dapat rebound pada Oktober—Desember. Tapi, kami mash mencermati performanya pada Januari—Maret [2019] dengan melihat tren yang terjadi,” kata Kyohei Morita, Kepala Ekomom Jepang di Credit Agricole.
Sementara itu, PM Jepang Shinzo Abe pada awal pekan ini telah menginstruksikan para menterinya untuk menyusun paket pengeluaran pekerjaan publik yang baru untuk menghadapi perlambatan permintaan global. Adapun hal itu biasanya diambil sebagai respons dari Partai Demkratik Liberal jika menghadapi tren penurunan (downturn).
Tidak hanya tensi dagang, para pembuat kebijakan juga khawatir kenaikan pajak penjualan pada Oktober 2019 turut membawa risiko penurunan terhadap ekonomi Jepang, sehingga dibutuhkan stimulus fiskal untuk menjaga pertumbuhan.