Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah produsen mainan dalam negeri mengklaim bahwa permintaan meningkat pada akhir tahun ini untuk menyambut perayaan Natal. Tingginya tarif produk asal China juga memicu kenaikan permintaan.
Johan Tandanu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Mainan Indonesia (APMI), menuturkan bahwa para pengusaha mainan menikmati lonjakan permintaan dibandingkan dengan tahun lalu.
“Mulai dari Agustus sampai November ada kenaikan [ekspor] bagi perusahaan kami sekitar 15%,” kata Johan, Senin (12/11/2018).
Dia memperkirakan membaiknya kinerja ekspor akan bertahan hingga 2019.
Pasalnya, setelah industri mainan di seluruh dunia terguncang akibat tutupnya salah satu produsen mainan ternama, Toys R Us, secara perlahan toko ritel kembali berani menambahkan stok mainan di gudang-gudang mereka.
“Sebelumnya pembelian selalu minim karena takut akan risiko,” kata Johan.
Dia menjelaskan bahwa saat ini sejumlah pasar seperti Amerika Latin yang belum tergarap maksimal kembali membuka diri dan memesan produk mainan dari Indonesia.
“Banyak market yang sebelumnya tidak menjalin hubungan, seperti Meksiko, saat ini hidup kembali,” katanya.
Kendati demikian, Johan menyebutkan bahwa para pengusaha mainan lokal harus bersiap menghadapi persaingan lebih keras dengan produk-produk China.
Pasalnya, pemerintah di negara tersebut akan memberikan stimulus tambahan untuk memperluas ekspansi bisnis produsen mainan asal China akibat adanya perang dagang dengan Amerika Serikat.
“Pada saat ini saja bahan baku di dalam negeri China lebih murah dan banyak pilihan dibandingkan dengan di Indonesia. Sementara ini, mereka juga harus jaga kinerja karena ada tarif jika mengirim barang ke Amerika yang merupakan destinasi ekspor terbesar China untuk mainan,” katanya.