Bisnis.com, JAKARTA — Produsen elektronik menilai kondisi bisnis hingga akhir tahun ini masih cukup berat seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang menggerus margin usaha.
Lee Kang Hyun, Vice President Samsung Indonesia, mengatakan bahwa dalam 3 tahun terakhir, situasi industri elektronik mengalami penurunan rerata sebesar 10% setiap tahun. Pada awalnya, kondisi ini disebabkan oleh daya beli masyarakat yang menurun.
Selain itu, masyarakat lebih memilih membelanjakan uang untuk kepentingan lain, seperti perjalanan wisata, dibandingkan dengan membeli peralatan elektronik baru.
Kondisi bisnis semakin tertekan karena penguatan dolar AS karena bahan baku elektronik masih banyak yang diimpor. Hal ini seharusnya diimbangi dengan kenaikan harga jual, tetapi produsen sulit melakukannya demi menjaga penjualan di tengah pelemahan daya beli.
“Karena itu sebenarnya dari produser elektronika sangat sulit tahun ini. Profit juga susah, karena harga enggak bisa dinaikin padahal harga bahan baku naik,” ujarnya di Bali pada pekan lalu.
Tak hanya barang elektronik rumah tangga yang menurun, Lee menyatakan penjualan telepon pintar atau smartphone, yang menjadi andalan Samsung, juga tengah lesu. Sebelumnya, penjualan smartphone tumbuh 5%-10% setiap tahun.
“Penjualan semester II ini susah, secara total sangat sulit kondisinya sekarang,” tambahnya.
Dia berharap kondisi bisnis elektronik bakal membaik setelah pemilihan presiden pada tahun depan.