Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan China menyeret indeks saham di Negeri Panda pada Jumat (9/11/2018), setelah para pembuat kebijakan mengambil langkah untuk mengatur target pinjaman bagi perusahaan swasta.
Adapun langkah tersebut merupakan yang terbaru dari Pemerintah China dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang terancam melemah akibat tingginya tingkat utang.
Menurut pantauan Bloomberg, saham perbankan China turun 2,1% di dalam indeks saham utama Hong Kong pada pukul 11.11 waktu setempat, Jumat (9/11/2018).
Sementara itu, saham Industrial & Commercial Bank of China Ltd. yang merupakan perbankan terbesar di dunia, turun 2,9%, HSBC Holdings Plc. turun 1,2%, Bank of China Ltd., turun 2,3%, dan China Merchants Bank Co. anjlok 4,9%.
Sebelumnya, Kepala Komisi Reguator Asuransi dan Perbankan China Guo Shuqing menyampaikan bahwa China ingin mendongkrak nilai pinjaman dari perbankan besar kepada perusahaan swasta setidaknya sepertiga dari pinjaman perusahaan baru (new corporate lending).
Sementara itu, target untuk pemberian pinjaman dari perbankan berukuran kecil dan menengah adalah di atas dua-per-tiga dari new corporate lending.
Selain itu, Guo juga meminta agar pinjaman kepada perusahaan swasta terdiri setidaknya 50% dari total new corporate lending dalam tiga tahun.
Adapun, data resmi menunjukkan, pemberian kredit dari perbankan kepada perusahaan swasta masih kurang dari seperempat total kredit yang diberikan pada akhir September.
“Pasar tidak senang dengan aturan kaku yang bergerak berlawanan dengan pola pasar,” kata Jiang Liangqing, Fund Manager di Ruisen Capital Management, Beijing, China, seperti dikutip Bloomberg, Jumat (9/11/2018).
Pasalnya, Jiang menjelaskan, jika perbankan terlalu banyak menyandang tanggung jawab sosial maka aset yang tidak berperforma (non-performing asset) dapat meningkat.
Adapun ini merupakan yang pertama kalinya bagi China dalam menentukan target formal dari perbankan swasta. Selain itu, langkah ini juga mengindikasikan bahwa upaya sebelumnya tidak berhasil memicu ekspansi kredit yang sesuai dengan yang diharapkan.
Sementara itu, para pembuat kebijakan pun perlu memperkuat posisi perusahaan swasta—yang merupakan kontributor mayoritas untuk PDB—di tengah-tengah eskalasi perang dagang, anjloknya pasar saham, dan default korporasi.