Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah menilai kondisi global menjadi biang keladi perlambatan ekspor.
Di sisi lain, pertumbuhan manufaktur juga terus melambat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor Indonesia tumbuh 7,52% per kuartal III/2018 dengan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 22,14%. Di sisi lain, impor tumbuh 14,06% dengan kontribusi terhadap PDB negatif 22,81%.
Dengan demikian, aktivitas perdagangan menjadi pemberat bagi pertumbuhan ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui perlambatan ekspor berakibat pada neraca perdagangan yang defisit.
"Itu konsekuensi dari ekonomi yang tumbuh dalam situasi global yang melambat. Kita tidak bisa mendorong ekspor secepatnya berjalan," tuturnya seusai memberikan pembekalan pada "Orientasi Calon Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI" di Kementerian Luar Negeri, Selasa (6/11/2018).
Darmin tidak mempermasalahkan pertumbuhan impor yang hampir dua kali lipat dari ekspor. Menurutnya, yang menjadi masalah memang ekspor yang belum bisa tumbuh, sehingga terjadi ketidakseimbangan yang menyebabkan terjadinya defisit.
Berdasarkan analisisnya, kondisi global menjadi faktor utama perlambatan tersebut karena perlambatan terjadi tiba-tiba di dua kuartal terakhir.
"Tadinya, sampai tahun lalu pertumbuhan impor sudah berkisar 20%, ekspor juga segitu, bahkan lebih tinggi. Tiba-tiba, tahun ini dia melambat," jelas Darmin.
Sementara itu, pertumbuhan sektor industri pengolahan tumbuh 4,33% pada kuartal III/2018, lebih rendah dari kuartal III/2017 yang sebesar 4,85%. Industri diakui belum bisa bergerak dengan dinamis sehingga belum mampu mendorong percepatan ekspor.
Namun, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17% pada kuartal III/2018 dipandang sebagai capaian penting di tengah tekanan global, saat ini.
"Perang dagang, normalisasi kebijakan AS, crude oil yang harganya naik, kita tetap bisa mempertahankan pertumbuhan. Itu menurut saya sesuatu yang patut untuk digarisbawahi," tegasnya.