Bisnis.com, JAKARTA -- Indonesia tidak dapat mengandalkan China untuk mencari dan melakukan investasi terkait proyek One Belt One Road (OBOR). Dinilai perlu upaya mandiri guna mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari proyek jalur sutra baru China tersebut.
Direktur Penelitian Core Indonesia Piter Abdullah mengatakan ada dua alasan yang membuat Pemerintah Indonesia tidak dapat mengandalkan China dalam penyelesaian pembangunan infrastruktur tersebut.
"Setidaknya ada dua alasan. Pertama, rute OBOR yang direncanakan oleh China tidak banyak yang melalui wilayah Indonesia, hanya di wilayah barat di seputar Semenanjung Malaysia. Itu juga lebih dekat ke Malaysia dan Singapura," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (5/11/2018) malam.
Kedua, apapun rencana China adalah murni untuk kepentingan Negeri Panda, dengan mempertimbangkan semua potensi yang dimiliki. Sehingga, belum tentu cocok dengan ekonomi Indonesia.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah menjelaskan Belt and Road Initiative (BRI) atau OBOR merupakan salah satu opsi pengembangan infrastruktur di Indonesia.
"Karena uang publik kita sendiri menyediakan kurang dari 50% dan sektor swasta juga ada di sana [dalam upaya membangun infrastruktur]. BRI sebenarnya melengkapi program pemerintah dalam membangun konektivitas, terutama dari pulau-pulau terluar," tuturnya dalam diskusi BRI, akhir pekan lalu.
Menkeu mengungkapkan sebagian besar pembangunan Indonesia selalu terkonsentrasi di Jakarta. Padahal, banyak orang yang tinggal di luar Jakarta serta Pulau Jawa dan belum terhubung dengan maksimal dengan daerah-daerah lain di Tanah Air.
BRI dinilai bermanfaat bagi Indonesia karena sejalan dengan upaya percepatan pembangunan infrastruktur. Dia menyebutkan BRI memiliki 13 proyek di Indonesia, termasuk berhubungan dengan kawasan industri, jalan tol, pelabuhan, dan beberapa termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) sehingga dapat melengkapi pembangunan di Indonesia.
Konektivitas akan menciptakan daya tarik investasi yang lebih besar di Indonesia, sehingga Foreign Direct Investment (FDI) dapat meningkat. Maka, dalam mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan konektivitas menjadi sangat penting.
Sebelumnya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengakui adanya sejumlah proyek skala besar dari inisiatif OBOR China yang tertunda. Kepala BKPM Thomas T. Lembong menegaskan penawaran investasi yang telah dimulai Presiden Joko Widodo setahun lalu masih belum bisa direalisasikan karena faktor internal dan eksternal.
Salah satu faktor eksternal yang disoroti BKPM adalah pembatalan proyek OBOR di Malaysia oleh Perdana Menteri (PM) Mahathir Mohamad. Seperti diketahui, Malaysia telah membatalkan dua megaproyek, yaitu proyek kereta api sepanjang 688 kilometer (km) senilai US$20 miliar dan proyek pipa gas alam di Sabah senilai US$2,3 miliar.
Langkah serupa juga terjadi di beberapa negara seperti Pakistan, Nepal dan Myanmar.
Pemerintah Indonesia menawarkan sejumlah proyek kerja sama kepada China, yaitu proyek Kuala Tanjung International Hub Port, Kuala Tanjung Industrial Estate, Sei Mangkei Special Economic Zone, New Kuala Namu Industrial Estate (GIIFE) dan Kuala Namu Aerocity di Sumatera.
Kemudian, proyek Hydropower, Aluminium and Steel Alloy Smelter, Pindada International Port dan INALUM Port di Kalimantan Utara (Kaltara).
Selanjutnya, proyek di Sulawesi Utara seperti Lembeh International Airport, Likupang Tourist Estate (Casabaio Resort, Sintesa Resort) dan Bitung Industrial Estate. Selain itu, proyek Bali Mandara Toll Road dan Kura-Kura Island Tech Park di Bali.