Bisnis.com, JAKARTA-- Pemerintah melalui dua kementerian strategis, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan, akan terus berupaya menekan defisit transaksi berjalan dengan mendorong ekspor dan mengembangkan industri 4.0.
Staff Khusus Menteri Perindustrian Zakir Machmud mengungkapkan kementeriannya melalui program industri 4.0 memberikan fokus utama dalam mendorong lima sektor industri utama berbasis ekspor, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, otomotif, kimia dan elektronik.
"Ini yang akan jadi motor supaya industri kita geraknya fokus di lima ini untuk maju ke depan," tegas Zakir, Kamis (25/10).
Menurutnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sudah memperhitungkan besarnya dampak lima sektor ini kepada pertumbuhan ekspor, pembentukan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi. Saat ini, posisi ekspor manufaktur telah mencapai US$86,64 miliar atau naik 6,13% dibandingkan tahun lalu.
Sementara itu, kontribusi terhadap total ekspor Indonesia sebesar 72%. "Ini sebuah keniscayaan ekspor industri saat ini paling besar begitu juga kontribusinya. Jika pertumbuhannya, terus mengalami penurunan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak akan bisa terlalu tinggi," paparnya.
Namun, kondisi ini diikuti oleh impor bahan baku dan barang penolong yang lebih besar dibandingkan ekspor.
Pertumbuhan impor bahan baku untuk kebutuhan industri mencapai 24,6% dan andilnya terhadap total impor sebesar 75%.
"Impor bahan baku yang lebih tinggi dari ekspor ini tentunya memberikan tekanan terhadap defisit transaksi berjalan. Diakui neraca ekspor hasil industri masih defisit. Artinya impor lebih besar daripada ekspor," ujar Zakir.
Kendati demikian, Kemenperin berharap tingginya impor bahan baku dan barang penolong ini dapat digunakan untuk kegiatan produktif dan pada akhirnya mampu menghasilkan produk untuk pasar ekspor.
Di sisi lain, upaya mengerakkan daya saing lima sektor di atas diharapkan semakin kuat seiring dengan kemudahan investasi melalui Online Single Submission (OSS), pengawasan dan pengamanan Devisa Hasil Ekspor (DHE), perluasan pasar ekspor, pemberian insentif daya saing ekspor serta peningkatkan Pusat Logistik Berikat sebagai media konsolidasi ekspor.
Sejalan dengan upaya ini, pemerintah telah berkomitmen untuk mengimplementasikan pengendalian strategi pengendalian ekspor a.l. B20 mandatory untuk menekan defisit sektor migas, kenaikan tarif PPh impor barang konsumsi untuk 1.147 pos tarif, peningkatan komponen lokal (TKDN) untuk proyek tenaga listrik dan migas, kepastian dan kemudahan layanan e-commerce dan asesmen impor barang kiriman.
Selain mengenjot lima sektor unggulan, dia menuturkan pemerintah terus berupaya mengenjot ekspor komoditas a.l. kelapa sawit, makanan, kertas, karet, mebel, TPT, kulit, bahan kimia dan kendaraan roda empat.
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kemendag Kasan mengungkapkan ekspor Indonesia saat ini masih didominasi, salah satunya oleh hasil perkebunan. Di tengah rupiah melemah, seharusnya ekspor komoditas perkebunan seperti minyak sawit dan karet meningkat. Apalagi, sektor ini tidak memiliki ketergantungan akan impor bahan baku dari luar negeri.
Sayangnya, nilai ekspor karet dan volume ekspor minyak sawit justru mengalami penurunan sehingga hal ini yang memicu depresiasi nilai tukar tidak sepenuhnya berhasil mendorong ekspor.
"CPO ke India kena tarif bea masuk, itu mempengaruhi. Karet lebih karena faktor harga, tetapi volumenya saya cek tidak berubah," ungkap Kasan.
Dengan demikian, pemerintah terus melakukan sejumlah strategi untuk mendorong ekspor. Salah satunya adalah pembukaan akses pasar di tengah kondisi saat ini demi meningkatkan ekspor cukup penting. Akses pasar ini dapat menghilangkan hambatan tarif dan nontarif, tetapi langkah ini sifatnya jangka panjang.
Salah satunya adalah perundingan akses pasar dengan European Free Trade Association (EFTA) yang tengah berjalan. Adapun, langkah jangka pendek a.l. misi dagang, pertemuan bilateral atau pameran dagang.
Di samping itu, Kementerian Perdagangan telah menetapkan aturan wajib Letter of Credit (L/C) bagi empat sektor Sumber Daya Alam (SDA), seperti ekspor mineral, kelapa sawit, batu bara, minyak dan gas.