Bisnis.com, JAKARTA—PM Jepang Shinzo Abe melawat ke Beijing untuk menghadiri KTT Jepang—China, yang pertama kali diadakan sejak tujuh tahun lalu, pada Kamis (25/10/2018). Adapun pertemuan pemimpin dua negara yang “kurang akur” tersebut dilakukan untuk memperkuat hubungan menghadapi friksi dagang dari Washington.
Belakangan ini, China telah mengupayakan pendekatan diri dengan Jepang dan negara lainnya karena mendapat tekanan berat dari hubungan perdagangan dengan AS.
Jepang yang khawatir dengan pertumbuhan kekuatan angkatan laut China pun tampak berharap untuk dapat membina hubungan ekonomi yang baik dengan mitra dagang terbesarnya itu.
Tapi, Negeri Sakura juga harus menjaga agar tidak menyinggung mitra keamanannya, Amerika Serikat, karena Jepang juga memiliki masalah dagang tersendiri dengan Negeri Paman Sam.
Adapun sejak kembali menjabat sebagai PM pada 2012, ketika hubungan Jepang—China memburuk akibat sengketa pulau di Laut China Selatan, Abe telah beberapa kali bertemu dengan Presiden China Xi Jinping. Kendati demikian, pertemuan Abe dan Xi pada Jumat (26/10/2018) akan menjadi KTT China—Jepang yang pertama sejak 2011.
Sehari sebelum KTT, Abe dijadwalkan bertemu dengan PM China Li Keqiang untuk menghadiri resepsi 40 tahun traktat perdamaian dan persahabatan. Kedua belah pihak pun berharap untuk lebih banyak lagi pertemuan ke depannya.
“Jika Xi berjanji mengunjungi Jepang tahun depan, itu akan besar sekali,” kata Direktur Riset di Canon Institute for Global Studies Kiyoyuki Seguchi, di Tokyo, seperti dikutip Reuters, Kamis (25/10/2018).
Adapun beberapa kesepakatan diharapkan tercapai lewat KTT tersebut, mulai dari kesepakatan swap mata uang serta pembicaraan mengenai inovasi dan perlindungan hak kekayaan intelektual hingga komunikasi antarmiliter.
Jepang dikabarkan juga berharap agar kesepakatan 2018 tentang pengembangan bersama ladang gas di perairan tercemar dapat dilanjutkan, dan ingin China melonggarkan limit impor untuk hasil produksi dari daerah yang terkena bencana nuklir di Fukushima pada 2011.
Seorang pejabat Jepang yang tidak ingin disebutkan identitasnya menyampaikan, bsinis forum untuk kerjasama sektor swasta di negara ketiga juga diharapkan dapat menarik 50 kesepakatan non-binding,, termasuk proyek di Thailand.
Di sisi lain, China juga berharap Abe dapat memberikan pernyataan positif terkait inisiasi Belt and Road, yaitu pembangunan infrastruktur transportasi untuk memudahkan jalur perdagangan di lebih dari 60 negara.
Sejauh ini, proyek Belt and Road telah menghadapi beberapa kendala dari kritik bahwa negara miskin khawatir perekonomiannya tidak dapat mengendalikan tingkat utangnya yang melonjak. China pun masih menolak kritik tersebut.
“Parsipasi Jepang dapat membantu memperbaiki imej inisiasi dan mengurangi kekhawatiran terhadap negara pemberi utang,” kata seorang pejabat China.
Tapi, di sisi lain, pejabat pertahanan Jepang menyampaikan bahwa Tokyo akan mendorong Free and Open Pacific Strategi untuk mempromosikan perdagangan dan infrastruktur di Asia, Afrika, dan Timur Tengah.
Jepang juga ingin meyakinkan bahwa seluruh proyek kerjasama dengan China nantinya akan transparan, terbuka, dan ramah bagi fiskal.
“Kami siap untuk berdiskusi mengenai sejumlah kerjasama dengan negara ketiga, tapi.. menurut kami, kami tidak ingin melabeli kerjasama ini dengan ‘inisiasi’,” kata pejabat Kemlu Jepang.