Bisnis.com, JAKARTA — Salah satu pemain pelumas di Tanah Air, PT Exxonmobil Lubricant Indonesia, masih optimistis pasar pelumas di Tanah Air masih akan bertumbuh karena kinerja manufaktur akan terus menggeliat.
Salah satu pemain pelumas di Tanah Air, PT Exxonmobil Lubricant Indonesia, masih fokus untuk menggarap segmen industri karena manufaktur diproyeksikan akan terus bertumbuh.
Presiden Direktur Exxonmobil Lubricant Indonesia (EMLI) Syah Reza mengatakan bahwa peluang bisnis pelumas untuk sektor industri, seperti peralatan dan mesin pabrik, saat ini masih cukup besar.
"Kami memang akan fokus di situ [pasar pelumas untuk industri] untuk sektor manufaktur karena setiap tahun itu perkembangannya [industri manufaktur] dari GDP [produk domestik bruto] kita sekitar 20%,” katanya dalam acara General Manufacturing Seminar, Rabu (24/10).
Dia berharap agar pelumas Exxonmobil dapat menjadi solusi konsumen di sektor industri.
Menurutnya, peluang bisnis pelumas untuk sektor industri yang masih besar dapat terlihat dari kinerja penjualan oli sepanjang kuartal III/2018. "Untuk oli industri kami ada peningkatan penjualan dibandingkan sebelumnya."
Dia menjelaskan, pemilihan pelumas yang berkualitas akan berpengaruh terhadap umur peralatan dan mesin. Ketika ditanya soal pasar pelumas EMLI, dia hanya menjelaskan bahwa produknya cukup kompetitif. Namun, pangsa pasar terbesar masih dipegang oleh perusahaan local. Salah satu perusahaan lokal yang bergerak di sektor pelumas adalah PT Pertamina Lubricants, anak usaha PT Pertamina (Persero). "Pemimpin pasar [pelumas] masih perusahaan nasional."
Kenaikan harga minyak mentah dan pelemahan rupiah telah berdampak terhadap impor produk pelumas Exxonmobil Lubricants. Sebagian besar bahan baku pelumas dan produk oli yang sudah dikemas merek EMLI masih didatangkan dari luar negeri.
Namun, EMLI tidak langsung merespons hal tersebut dengan menaikkan harga karena harus melihat lebih detail kondisi pasar. "Penjualan kami semua dalam rupiah kami juga melihat situasi dari pasarnya sendiri sebelum menentukan harga."
Dia menilai bahwa kenaikan harga pelumas, terutama sektor industri, tidak terlalu membebani konsumen karena hanya sekitar 2%—3% dari total biaya produksi industri.