Bisnis.com, NUSA DUA -- Gelak tawa merekah dari para peserta yang mengadiri sesi “Disrupting Development - How Digital Platform and Innovation are Changing the Future of Developing Nations” di sela-sela Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Group 2018 Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10/2018).
Respons tersebut menyambut pernyataan pendiri Alibaba, Jack Ma, yang menuturkan kisahnya saat memulai bisnis perdagangan elektronik.
Ketika memulai Alibaba pada 1999, Ma menyebut jaringan internet yang dimiliki China masih sangat lambat. Infrastruktur pendukung lainnya pun masih sangat terbatas.
Namun, demi mencapai misi utamanya, Alibaba jalan terus. Misi utama yang diusung adalah memberikan akses pasar melalui internet kepada para pengusaha kecil.
“Membantu usaha kecil untuk menghasilkan uang adalah kuncinya. Kalau tidak memiliki internet mereka tidak memiliki pasar dan hanya menjual di kota mereka sendiri,” tuturnya.
Keterbatasan tersebut disulapnya menjadi peluang mendatangkan uang. Setelah menjual produk ke wilayah lain, dia mulai berpikir untuk menggunakan internet sebagai sistem pembayaran.
Mimpi utama Ma adalah bagaimana barang-barang yang dimiliki para pedagang kecil dapat dijual hingga ke daerah, kota, dan bahkan negara lain. Keterbatasan yang ada pun disulap menjadi peluang mendatangkan uang.
Setelah menjual produk ke wilayah lain, dia mulai berpikir untuk menggunakan internet sebagai sistem pembayaran.
“Saat orang mengatakan, ah, China tidak punya kesempatan. Tetapi, hal itu justru menghadirkan peluang bagi kami jadi kalau tidak ada logistik, kami bangun logistik, kalau tidak ada sistem finansial kami bangun sistem finansial,” papar Ma.
Pesan ini yang coba disampaikannya dalam setiap kunjungan ke negara berkembang. Di Afrika misalnya, mereka langsung mengeluhkan keterbatasan infrastruktur persis yang didengarnya di China beberapa belas tahun silam.
Namun, dia menegaskan untuk berpikir bukan untuk 1 tahun ke depan tetapi 10 tahun ke depan. Pihaknya meyakini keterbatasan saat ini justru menjadi peluang bagi para pengusaha ke depannya.
Ma menilai negara berkembang senang berubah dan harus berubah. Hal inilah yang membuatnya optimistis dengan prospek yang dimiliki.
Salah satu kunci penting untuk menangkap peluang di sektor perdagangan elektronik adalah infrastruktur internet. Saat ini, evolusi teknologi membuat masyarakat dari kota sampai petani memiliki perangkat seluler.
“Evolusi teknologi memberikan kesempatan bagi negara berkembang bila anda mempercayainya maka akan terjadi,” jelasnya.
Tak lupa, Ma menekankan pentingnya pengembangan infrastruktur yang bersifat perangkat lunak. Beberapa unsur yang ditekankan yakni edukasi dan kewirausahaan.
Secara keseluruhan, kawasan Asia dinilai memiliki potensi untuk menjadi yang terdepan dalam perkembangan digital, yang nantinya dapat dimanfaatkan untuk menopang pertumbuhan di masa depan.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Departemen Asia Pasifik IMF Changyong Rhee. Dia menyebutkan inovasi digital telah berkontribusi sebesar 30% atas pertumbuhan per kapita kawasan Asia dalam dua dekade terakhir dan diperkirakan akan terus bertambah.
Peluang yang dibawa oleh perkembangan digital dapat membuat pemerintah meningkatkan pendapatan pajak dan mengalokasikan anggaran dengan lebih baik. Meski demikian, tentu pemerintah tetap perlu memperhatikan ancaman teknologi seperti kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang dikhawatirkan dapat menggantikan beberapa pekerjaan.
IMF pun menyarankan pemerintah untuk lebih mencermati kesempatan sambil tetap sigap menghadapi risiko dari ekonomi digital. Salah satu upaya yang dapat disiapkan adalah memberikan investasi lewat peningkatan kualitas pendidikan, infrastruktur, dan iklim kebijakan.
Dari pesan Ma dan IMF, jelas bahwa ekonomi digital tak akan berkembang tanpa edukasi, infrastruktur, dan kebijakan yang sejalan.