Bisnis.com, JAKARTA--Pelaku industri makanan dan minuman tetap mempertahankan harga produk kendati nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat menembus Rp15.000 per dolar AS.
Adhi S Lukman, Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi), mengatakan dirinya telah bertanya kepada beberapa pelaku usaha terkait kondisi terkini nilai tukar yang menembus Rp15.000 mulai kemarin. Menurutnya, kebanyakan pengusaha tetap bertahan dengan berbagai pertimbangan.
"Pertimbangannya seperti kondisi ekonomi saat ini dan sudah menjelang akhir tahun, sulit menaikkan harga," katanya Rabu (3/10/2018).
Pelaku industri mamin khawatir apabila mengalami penurunan yang diakibatkan oleh kenaikan harga jual, bakal memperberat industri makanan dan minuman dalam negeri. Sebagai upaya untuk menekan penurunan margin yang lebih dalam, pabrikan mamin memilih untuk melalukan efisiensi dan menahan pengeluaran yang bisa ditunda.
Beberapa efisiensi yang dilakukan di antaranya melalui otomatisasi dan efisiensi di aspek logistik melalui pemotongan rantai distribusi. Pabrikan juga memilih untuk menahan pengeluaran yang tidak urgent, seperti belanja marketing.
Dia memperkirakan hingga akhir tahun, harga produk mamin alam negeri tidak akan mengalami kenaikan. "Perkiraan saya awal 2019 akan ada kenaikan harga," kata Adhi.
Walaupun kondisi industri mamin nasional terdampak pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, Adhi menyatakan Gapmmi tidak mengubah target pertumbuhan sepanjang tahun ini. Proyeksi pertumbuhan industri mamin selama 2018 sekitar 8%--9%.
Sepanjang tahun lalu, industri mamin tumbuh 9,23% secara tahunan. "Diharapkan masih bisa tercapai, meskipun laba diperkirakan menjadi tantangan tersendiri," jelasnya.
Kementerian Perindustrian mencatat pada kuartal III/2018 pertumbuhan industri mamin mencapai 8,67% atau melampaui pertumbuhan ekonomi nasional yang sebesar 5,27%. Sektor ini berkontribusi tertinggi terhadap produk domestik bruto (PDB) industri pengolahan non migas hingga 35,87%.