Bisnis.com, JAKARTA--Seiring dengan turunnya pasokan dari dalam negeri, industri pengolahan kakao terus meningkatkan impor bahan baku.
Selama periode Januari-Juli 2018, impor biji kakao tercatat sebesar 148.630 ton, naik 43,8% secara tahunan.
Sindra Wijaya, Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI), mengatakan pada tahun lalu, tingkat utilitas industri kakao dalam negeri sekitar 58%. Hingga akhir 2018, asosiasi memprediksi utilitas bisa mencapai 62,5%.
Kenaikan tingkat utilitas tersebut sejalan dengan pertumbuhan ekspor hasil olahan kakao pada semester II/2018 yang diproyeksi naik 5%-10% dibandingkan dengan realisasi pada paruh pertama tahun ini sebesar 168.000 ton senilai US$537 juta.
Menjelang Natal dan Tahun Baru, permintaan olahan kakao diyakini bakal meningkat. Hal ini turut mendorong utilitas pabrik-pabrik pengolahan kakao.
Kendati demikian, tingkat utilitas industri pengolahan kakao domestik belum bisa mencapai level optimal karena pasokan bahan baku dalam negeri terus menurun.
“Tahun lalu, produksi kakao dalam negeri hanya 260.000 ton, padahal kapasitas terpasang industri sebesar 800.000 ton,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (1/10).
AIKI memperkirakan hingga akhir tahun ini, impor biji kakao masih terus tumbuh dan mencapai 260.000 ton. Sindra menjelaskan, pasokan bahan baku masih menjadi tantangan utama bagi industri pengolahan kakao nasional.
Menurutnya, dengan lahan seluas 1,7 juta hektare saat ini, Indonesia sebenarnya memiliki peluang besar untuk meningkatkan produksi kakao. Potensi produktivitas kakao, lanjutnya, bisa mencapai 2 ton setiap hektare per tahun.