Bisnis.com, JAKARTA—Pendiri Alibaba Group Holding Ltd. Jack Ma pesimistis janjinya untuk membuka 1 juta pekerjaan di Amerika Serikat kini tak lagi dapat ditepati.
Pasalnya, janji tersebut menjadi tidak mungkin terealisasi karena perang dagang antara AS dan China telah memukul mundur upaya memperdalam hubungan antara dua ekonomi terbesar di dunia tersebut.
“Janjinya dibuat berdasarkan hubungan kolaboratif dan bersahabat yang dimiliki China dan AS. Situasi sekarang ini telah menghancukan niat kami dan [janji kami] tidak akan pernah tercapai,” kata Ma, seperti dikutip Bloomberg, Kamis (20/9/2018).
Ma, sebagai orang terkaya di China, menyampaikan hal tersebut dalam wawancara bersama layanan berita milik Pemerintah China Xinhua.
Dia mengungkapkan bahwa janjinya untuk Presiden AS Donald Trump tersebut tidak lagi dapat direalisasikan karena situasi yang tidak stabil dalam perdagangan AS—Chna saat ini.
Adapun Ma dan Trump sempat bertemu pada Januari 2017 dan berdiskusi mengenai cara menambahkan bisnis kecil dan menengah milik AS ke dalam platform Alibaba, sehingga dapat meningkatkan ketersediaan lapangan kerja di Negeri Paman Sam.
Belakangan ini, Ma memang tampil lebih kritis di dalam menilai perang dagang antara AS dan China. Dia pun menegaskan bahwa perang dagang tersebut dapat merusak banyak bisnis di seluruh dunia.
Pada Selasa, dia memperingatkan pemimpin bisnis dan politik di China agar bersiap-siap untuk berada di dalam konflik ini—persaingan dua negara—setidaknya hingga 20 tahun ke depan, atau selama Trump menjabat presiden AS.
Selain itu, Ma juga menyampaikan bahwa dia akan tetap mendorong pengembangan yang sehat di dalam hubungan dagang bilateral.
“Perdagangan bukanlah senjata dan tidak seharusnya digunakan untuk berperang,” imbuh Ma.
Adapun tensi dagang antara AS dan China semakin menguat pekan ini setelah China mengumumkan bakal meretaliasi tarif yang diberlakukan AS pekan depan, sebesar 10% untuk produk impor asal China senilai US$200 miliar.
China menyampaikan tarif retaliasinya itu akan menyasar produk impor asal AS senilai US$60 miliar, yang terdiri dari daging hingga gandum dan tekstil.
“Dalam jangka pendek, komunitas bisnis di China, AS, dan Eropa akan berada dalam masalah. Hal ini akan berlangsung lama. Jika kalian ingin solusi jangka pendek, solusi itu tidak ada,” ujar Ma.