Bisnis.com, JAKARTA--Kendati perkembangannya cukup menjanjikan, ekonomi dan keuangan syariah di Tanah Air masih menghadapi sejumlah tantangan besar.
Berdasarkan Laporan Islamic Financial Services Board (IFSB), aset perbankan syariah Indonesia berada di peringkat ke-9 terbesar secara global mencapai US$28,08 miliar. Sementara itu, Global Islamic Finance Report 2017 mencatat aset keuangan syariah menempati peringkat ke-10 secara global, mencapai US$66 miliar, dan Islamic Finance Country Index meningkat menjadi 6 pada 2018, dari 7 pada 2017.
Tidak hanya itu, Bank Indonesia mencatat pangsa perbankan Indonesia dalam hal aset mencapai sekitar 6% dari semua bank di Indonesia pada Juni 2018.
Adapun, total pangsa aset dalam industri keuangan syariah di Indonesia adalah sekitar 8,5% dari seluruh aset industri keuangan di Indonesia.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menuturkan pengembangan ekonomi keuangan syariah dibutuhkan untuk memperkuat struktur ekonomi dan pasar keuangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Pengembangan industri keuangan syariah tidak bisa terlepas dari pengembangan ekonomi syariah itu sendiri," ujar Dody dalam The 3rd International Conference on Indonesian Economy and Development” dan “The 1st International Conference on Islamic Economics, Business and Finance, Selasa (18/9).
Dalam perjalanannya, ekonomi syariah dan keuangan syariah masih menghadapi tiga tantangan utama.
Pertama, kemerosotan posisi Indonesia dalam arena industri halal global. Menurut Dody, Indonesia lebih berperan sebagai konsumen, dibandingkan produsen.
Kedua, optimalisasi yang rendah di sektor zakat, infaq, shadaqah, wakaf (Ziswaf) untuk menopang pembangunan.
Ketiga, keterbatasan sektor keuangan syariah dalam pembiayaan pembangunan, termasuk rendahnya kapasitas perbankan syariah di dalam negeri.
Oleh karena itu, BI melihat strategi formulasi pengembangan ekonomi dan industri keuangan syariah perlu dikomprehensifkan, mencakup dari hulu ke hilir dan dari ekonomi riil ke dukungan keuangan.