Bisnis.com, JAKARTA — Janji pemerintah untuk lebih fokus menggarap pasar ekspor nontradisional rupanya belum dibarengi dengan upaya untuk lepas dari ketergantungan kepada mitra dagang tradisional.
Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan, target pertumbuhan ekspor 2018 ke seluruh mitra dagang nontradisional—apabila nilainya digabungkan—rupanya belum mampu menyaingi total target pertumbuhan ekspor ke China.
Seperti diketahui, Negeri Panda merupakan salah satu negara tujuan ekspor terbesar Tanah Air dan pada tahun ini ditargetkan mencapai US$26,02 miliar atau tumbuh 22% secara year on year (yoy).
Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan (BPPP) Kementerian Perdagangan Kasan Muhri mengakui, Indonesia masih cukup bergantung kepada mitra dagang tradisional. Pasalnya, jumlah kerja sama dagang bebas ke pasar nontradisional masih terbatas.
“Ke pasar nontradisional, [pakta dagang bebas] baru dijalin dengan Pakistan dan Chile. Untuk Chile pun masih menunggu implementasinya tahun ini. Jadi, memang kalau dibandingkan dengan [ekspor ke] mitra dagang tradisional masih jauh,” katanya kepada Bisnis.com, Rabu (29/8/2018).
Kendati demikian, dia optimistis penetrasi ekspor ke pasar nontradisional akan terus meningkat seiring dengan berjalannya waktu. Hal itu dibuktikan dengan penetapan target kenaikan ekspor ke sejumlah negara di kawasan Timur Tengah dan Afrika yang dipatok di atas target pertumbuhan ekspor nonmigas nasional tahun ini sebesar 11%. (Lihat grafis)
Adapun, target pertumbuhan ekspor tertinggi ke mitra dagang nontradisional dipatok ke Togo (48,9%) dan Latvia (43,9%). Hanya saja, secara nilai, ekspor ke kedua negara itu relatif kecil, masing-masing sejumlah US$197 juta dan US$156 juta.
Di sisi lain, apabila mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas ekspor Indonesia ke pasar nontradisional pun masih didominasi oleh komoditas mentah.
Untuk itu, Kasan mengklaim, pemerintah melalui atase perdagangan dan Indonesia Trade Promotion Center (ITPC) terus berupaya membuka pasar untuk ekspor barang manufaktur bernilai tambah (seperti makanan dan minuman serta otomotif) ke mitra nontradisional.
“[Kapitalisasi] Pasar nontradisional memang masih kecil, dan industrinya pun terbatas. Maka kami sadar tidak bisa sodorkan barang mentah saja. Perlu barang jadi supaya market kita meluas,” jelasnya.
KETERGANTUNGAN
Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, secara historis, Indonesia memang relatif bergantung pada ekspor ke negara pasar tradisional. Secara skala pangsa pasar pun, mitra dagang tradisional masih sangat menjanjikan.
“Ekspor memang memerlukan negara nontradisional untuk back up negara tradisional. Namun, ekspansi ke pasar nontradisional ini perlu waktu, dan perlu memperhatikan kekuatan pertumbuhan ekonomi negara tersebut,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Rachmat Hidayat mengaku, permintaan dari mitra dagang nontradisional relatif menjanjikan. Dalam hal ini, produk mamin sangat diminati oleh konsumen Afrika maupun Timur Tengah.
“Namun, kendala ekspansi kami masih disebabkan oleh kapasitas produksi dalam negeri yang tidak maksimal. Sebab, kami masih sulit mendapatkan bahan baku secara tidak terbatas. Impor dibatasi, sementara di dalam negeri kurang layak dari segi kualitas dan kuantitas.”
Kepala Departemen Ekonomi Center for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyebutkan, kehadiran pasar nontradisional sejatinya tidak akan dapat menggantikan ketergantungan ekspor ke pasar tradisional.
Pasalnya, secara global, pangsa pasar negara Amerika Latin pada tahun ini tak lebih dari 10%. Hal serupa juga berlaku kepada negara di kawasan Afrika yang hanya menyumbang 3% pangsa pasar konsumsi dunia.
“Fokus justru diarahkan kepada, jangan sampai pemerintah getol membuka pasar baru untuk menjadi pengalih perhatian bahwa pangsa pasar Indonesia di negara tradisional sejatinya tergerus,” katanya.
Hal itu, menurutnya, tercermin dari turunnya pangsa pasar produk RI di AS dari 1% pada tahun lalu, menjadi 0,5% pada tahun ini. Selain itu, Indonesia masih belum dapat lepas dari ketergantungan ekspor komoditas mentah, meskipun untuk dijual ke pasar nontradisional.
Menurutnya, hal itu terjadi karena RI pernah terlena oleh periode booming komoditas pada medio 2008—2009. Akibatnya, proses industrialisasi di dalam negeri menjadi tertinggal, yang membuat manufaktur domestik kalah jauh dari negara lain di Asean.
Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, pangsa pasar ekspor Indonesia pada Januari—Juli 2018 masih terpaku di pasar tradisional. Berdasarkan data yang dimilikinya, pada periode tersebut, ekspor ke AS, China dan Jepang masih menguasai 36% total ekspor Tanah Air.
MITRA TRADISIONAL
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Negara Target pertumbuhan ekspor (%) Komoditas ekspor utama
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
AS 6,8 Bahan bakar minyak dan mineral
Inggris 2 Alas kaki dan pelindung kaki
Italia (UE) 15,2 Lemak dan minyak hewani atau nabati
Jerman (UE) 1 Reaktor nuklir, ketel, peralatan terkait
Belanda (UE) 15,4 Lemak dan minyak hewani atau nabati
Swiss (UE) 2 Mutiara alam dan budidaya, batu mulia
Prancis (UE) 8,6 N/A
Denmark(UE) 2 N/A
Belgia (UE) 7,5 Alas kaki dan pelindung kaki
Hungaria (UE)5,1 N/A
China 22 Bahan bakar minyak dan mineral
Jepang 8,1 Bahan bakar minyak dan mineral
Korea Selatan 13,6 Bahan bakar minyak dan mineral
Singapura (0,5) Mutiara alam dan budidaya, batu mulia
Thailand 12,2 Bahan bakar minyak dan mineral
Filipina 16,4 Kendaraan selain yang di atas rel
Malaysia 11,8 Bahan bakar minyak dan mineral
Australia 4,5 Kayu dan barang dari kayu
India 23,2 Bahan bakar minyak dan mineral
Taiwan 7,8 Bahan bakar minyak dan mineral
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
MITRA NONTRADISIONAL
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------Negara Target pertumbuhan ekspor (%) Komoditas ekspor utama
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Meksiko 13,9 N/A
Brasil 8,4 Lemak dan minyak hewani atau nabati
Chile 7,4 Alas kaki dan pelindung kaki
Kanada 8,8 N/A
Rusia 3,5 Lemak dan minyak hewani atau nabati
UEA 1,3 Lemak dan minyak hewani atau nabati
Arab Saudi 3,08 Kendaraan selain yang di atas rel
Hong Kong 8,5 Mutiara alam/budidaya, batu mulia
Afsel 1,5 Lemak dan minyak hewani atau nabati
Nigeria 7,7 N/A
Mesir 9 Lemak dan minyak hewani atau nabati
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sumber: BPPP Kemendag dan BPS, 2018