Bisnis.com, JAKARTA — Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) memperkirakan produksi minyak siap jual (lifting) akan terus menyusut dari tahun ke tahun.
Di sisi lain, kebutuhan konsumsi bahan bakar minyak bakal terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Hal itu akan membuat impor minyak dan bahan bakar minyak (BBM) semakin meningkat.
Saat ini, sekitar 50% minyak mentah dan BBM masih diimpor. Produksi minyak domestik sekitar 800.00 barel per hari (bph), sedangkan konsumsi mencapai 1,6 juta bph.
SKK Migas memproyeksikan lifting minyak pada 2030 hanya 281.000 bph.
Skenario lifting minyak tersebut dilakukan secara reguler tanpa menggunakan teknologi lanjutan (enhanced oil recovery/EOR). Dalam skenario lifting minyak menggunakan EOR, SKK Migas memproyeksi dapat melakukan produksi mencapai 520.000 bph pada 2030. Penggunaan teknologi lanjutan akan mampu meningkatkan produksi minyak.
SKK Migas memasang target lifting pada 2019 sebesar 750.000 bph menyusut sekitar 25.000 bph dibandingkan dengan dari target tahun ini.
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar mengakui bahwa skenario menggunakan teknologi EOR mampu meningkatkan produksi minyak.
Menurutnya, dari data proyeksi produksi minyak pada 2030 tersebut belum memasukkan potensi pengembangan atau penemuan lapangan baru.
"Minimum dari [produksi lapangan migas] yang ada naik 100.000 bph kalau ada dari Lapangan Minas, Blok Rokan," katanya, Senin (27/8).
Dengan menerapkan EOR di Blok Rokan dan blok lainnya akan meningkatkan lifting minyak nasional. Khusus untuk Blok Rokan, SKK Migas belum melakukan pembicaraan dengan PT Pertamina (Persero) sebagai operator pada 2021.
Dengan menggunakan EOR, lifting minyak nasional akan mengalami perbaikan produksi mulai 2024 dengan volume sebesar 531.000 bph. Produksi minyak akan mengalami peningkatan signifikan pada 2025—2030 dibandingkan dengan skenario lifting minyak nasional tidak menggunakan EOR.
Sepanjang semester I/2018, lifting minyak tercatat 98% dari target atau sebesar 770.000 bph. Untuk investasi migas pada 6 bulan pertama tahun ini baru mencapai US$6,2 miliar stau 43% dari target tahun ini.
Penurunan lifting minyak nasional pun dikritisi anggota Komisi VII DPR Ramson Siagian. Memurutnya, skema bagi hasil kotor (gross split) yang dijalankan pemerintah ternyata tidak menyelamatkan target lifting minyak nasional. "Sudah berubah sistemnya dengan gross split, kenapa [lifting minyak] jadi turun?" katanya.
Dirjen Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan bahwa pemerintah sejauh ini melakukan upaya untuk meningkatkan cadangan dan produksi minyak antara lain pembukaan data, studi bersama, survei umum yang dipermudah, lelang wilayah kerja migas yang dipermudah, lapangan yang kosong dikembalikan ke negara, serta gross split.
Selain itu, perlu adanya penerbitan dan revisi regulasi yang mendukung peningkatan cadangan dan produksi.
Khusus untuk meningkatkan produksi, upaya yang dilakukan dapat berupa pengeboran sumur sisipan, kerja ulang dengan pindah lapisan, serta melakukan service fasilitas produksi. (David E. Issetiabudi)
Proyeksi Lifting Minyak 2018—2030 (bph)
Tahun Tanpa EOR EOR
2018 775.000 775.000
2020 727.000 727.000
2025 480.000 494.000
2030 280.000 520.000
Realisasi Lifting Minyak Nasional
Tahun Lifting Minyak
2010 945.000 bph
2015 786.000 bph
2016 831.000 bph
2017 801.000 bph
2018* 773.000 bph
Ket: *22 Agustus 2018.
Sumber: Kementerian ESDM & SKK Migas, diolah.