Bisnis.com, TOKYO - Lembaga pemeringkat atau rating Jepang menilai kebijakan serta koordinasi pemerintah dan bank sentral di Indonesia cukup kuat dan kredibel. Adapun, pelemahan nilai tukar rupiah saat ini disebut akibat sentimen negatif investor kepada negara emerging market.
Pada ringkasan atau highlight laporan pertemuan antara Bank Indonesia (BI) bersama Badan Keuangan Fiskal (BKF) dengan dua lembaga rating Jepang, Rating & Investment Information Inc. (R&I) dan Japan Credit Rating Agency Ltd. (JCR), yang diterima pada Selasa (21/08/2018) mendapat respons positif.
"Kebijakan bank sentral cukup kuat dan kredibel. Selain itu, koordinasi antara Bank Indonesia dengan Pemerintah juga cukup bagus, hal itu terlihat pada pengendalian transaksi berjalan atau CA [current account]," tulis dalam ringkasan pertemuan antara BI dengan lembaga rating asal Negeri Samurai tersebut.
Pertemuan antara BI dengan dua lembaga rating Jepang itu dilakukan pada Senin (20/8/2018) pagi. Namun, sifat pertemuan terbatas untuk kedua pihak saja.
Di sisi lain, kebijakan bank sentral yang paling terkini adalah menaikkan suku bunga acuan 7days reverse repo rate (7drrr) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25% pada pekan lalu.
BI menaikkan suku bunga acuan sebagai upaya mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas yang aman.
Di sisi lain, BI terus mencermati ekonomi domestik dan global untuk memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sistem keuangan.
Sementara itu, kemarin, BI bersama BKF juga bertemu dengan sejumlah analis perbankan dan investor di Jepang untuk memberikan informasi perkembangan ekonomi Indonesia.
"Ini hal biasa dilakukan, kan kami juga harus update informasi ke mereka [analis dan investor]," ujar Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara.
Pada hari ini, BI juga melakukan presentasi kepada para Indonesianis. Dari tamu yang hadir ada dari akademisi, investor Jepang seperti Inpex, Deutsche Bundesbank, Bank of Japan, sampai Japan External Trade Organization (Jetro) di Asia Development Bank (ADB) Institute.
Mirza bersama Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara kembali mempresentasikan terkait kebijakan dan perkembangan ekonomi terkini kepada para Indonesianis tersebut.