Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Bantu Angkat Turki dari Jurang Krisis, Qatar Siap Gelontorkan US$15 Miliar

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tampaknya telah menemukan seorang penyelamat untuk membantu menarik Turki dari jurang krisis keuangan.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berdiri di hadapan para pendukungnya di Istanbul, Turki pada Minggu (24/6)./Reuters-Osman Orsal
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan berdiri di hadapan para pendukungnya di Istanbul, Turki pada Minggu (24/6)./Reuters-Osman Orsal

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tampaknya telah menemukan seorang penyelamat untuk membantu menarik Turki dari jurang krisis keuangan.

Erdogan sukses 'membujuk' Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad Bin Al Thani berjanji untuk menanamkan investasi senilai US$15 miliar di Turki dalam pertemuan kedua pemimpin di Ankara pada Rabu (15/8/2018). Nilai tukar lira sontak memperpanjang kenaikannya hingga 6%.

Ini menjadi upaya terbaru yang dilancarkan Erdogan untuk melindungi ekonomi Turki dari dampak eskalasi perseteruan diplomatik dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atas penahanan seorang pendeta asal AS di Turki.

Dengan janji investasi tersebut, Turki mampu menuai hasil dari dukungan yang diberikannya terhadap Qatar saat sejumlah negara Teluk yang dipimpin oleh Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar tahun lalu.

“Dukungan Turki untuk Qatar selama perselisihan berlangsung dengan Arab Saudi akhirnya terbayar,” ujar Tim Ash, senior emerging-market strategist di BlueBay Asset Management LLC., dikutip Bloomberg.

Sementara itu, sejak memperkuat kekuasaannya dalam pemilu Turki pada Juni, hubungan Erdogan dengan sekutunya di NATO, Amerika Serikat, telah memburuk. Di tengah upayanya mencari aliansi baru, Erdogan juga berusaha memperbaiki hubungannya dengan sekutunya di Eropa, seperti Jerman.

“Tidak banyak yang bisa dilakukan oleh Jerman,” ujar Holger Schmieding, kepala ekonom di Berenberg. “Setiap bantuan yang Jerman dapat berikan sekarang akan menjadi kecil dibandingkan dengan permasalahan yang dihadapi.”

Lira Menguat

Terlepas dari janji investasi Qatar yang mempu mendorong kenaikannya, nilai tukar lira telah menguat didorong serangkaian langkah regulator perbankan Turki mulai Selasa malam (14/8). Yang paling menonjol, pihak regulator memangkas separuh jumlah transaksi swap mata uang menjadi 25%, setelah menerapkan pembatasan sebesar 50% pada Senin.

Tetap saja, para investor menginginkan suku bunga yang lebih tinggi. Ini benar-benar sesuatu yang mungkin harus diperjuangkan oleh bank sentral Turki mengingat adanya tekanan konstan dari Erdogan untuk suku bunga yang lebih rendah.

Meski nilai tukar lira naik 5,3% ke posisi 6,0294 per dolar AS pada pukul 7.06 malam di Istanbul, mata uang ini masih mencatatkan pelemahan sebesar 18% bulan ini.

“Sejauh ini, langkah-langkah ditujukan pada gejala pelemahan lira baru-baru ini dan bukan pada penyebabnya,” kata Nigel Rendell, seorang analis di Medley Global Advisors LLC. "Obat untuk mata uang yang terus lemah adalah suku bunga yang lebih tinggi.”

Tarif Impor

Sementara itu, pada Rabu (15/8), Turki mengumumkan serangkaian tarif baru berkisaran 50%-140% pada impor produk beras, alkohol, dan mobil dari AS. Ini merupakan aksi balasan atas langkah Trump untuk menampar pajak impor baja dan aluminium asal Turki pekan lalu.

Langkah terbaru pemerintah Turki ini dilancarkan setelah Erdogan menyerukan masyarakat Turki untuk memboikot produk-produk elektronik Amerika, seperti iPhone, yang telah menjadi jauh lebih mahal saat lira kehilangan hampir 40% nilainya sepanjang tahun ini.

Penurunan lira, yang semakin intensif bulan ini serta meluas ke seluruh emerging market, membuat lebih mahal bagi bisnis untuk membiayai kembali setidaknya US$16 miliar dalam obligasi berdenominasi mata uang asing yang jatuh tempo pada akhir tahun, menurut perhitungan Bloomberg.

Total, menurut data bank sentral, perusahaan-perusahaan memiliki utang valas senilai US$217 miliar, sebanding dengan sekitar seperempat dari produk domestik bruto. Meski secara resmi rasio utang macet pada bank-bank Turki hanya 3%, para pemberi pinjaman sedang dalam proses negosiasi ulang pinjaman hingga senilai US$20 miliar demi mencegah default.

Dengan latar belakang tersebut, pada Selasa malam (14/8), regulator perbankan mengatakan para pemberi pinjaman sekarang dapat memperpanjang jatuh tempo atau membiayai kembali pinjaman serta menerbitkan utang baru untuk membantu perusahaan-perusahaan bermasalah.

Bank-bank juga dapat mencari agunan baru untuk melindungi diri mereka sendiri serta meminta debitur menjual aset untuk membayar kembali pinjaman.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper