Bisnis.com, JAKARTA--Plastik dan barang dari plastik mendominasi impor produk industri pengolahan selain besi dan baja.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan sepanjang Januari--Juli 2018 nilai impor plastik dan barang dari plastik senilai US$5,16 miliar, naik 18,66% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang senilai US$4,35 miliar.
Fajar Budiyono, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas), mengatakan impor plastik dan barang dari plastik yang besar tersebut disebabkan permintaan dalam negeri yang tinggi.
"Ada 115 HS number yang diimpor, kebanyakan berupa terpal dan plastik untuk kemasan," katanya Rabu (15/8/2018).
Selain permintaan domestik yang tinggi, kenaikan impor tersebut juga didorong oleh produsen luar negeri yang melakukan praktik dumping. Oleh karena itu, Fajar berharap pemerintah bisa menerapkan kebijakan pengamanan untuk produk hilir yang telah mampu diproduksi industri dalam negeri.
Inaplas, lanjutnya, telah berusaha mengajukan perlindungan berupa safeguard untuk produk terpal dan bea masuk anti dumping untuk polyethylene terephthalate (PET).
"Saat ini masih dalam proses, karena membutuhkan waktu. Sekarang malah produk Indonesia yang sudah kena BMAD duluan untuk PET film ke beberapa negara, salah satunya India," kata Fajar.
Dia juga menyatakan tindakan pengamanan harus didahulukan untuk produk hilir dan baru menyusul untuk produk hulu. "Jangan sampai kebalik hulu dulu baru hilir, nanti industri hilir bisa terancam," ujarnya.
Adapun, permintaan produk plastik hilir hingga kuartal II masih tetap tinggi dan diproyeksikan akan terus berlanjut hingga tahun depan menjelang pesta demokrasi pemilihan presiden 2019.
Menurut Fajar, peningkatan permintaan produk plastik hilir meningkat seiring dengan pertumbuhan kebutuhan makanan dan minuman dalam menyambut pilpres.
Untuk tahun ini proyeksi pertumbuhan industri plastik dari asosiasi sebesar 5,4%. Fajar menjelaskan angka ini merupakan target realistis dari para pelaku industri.