Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemerintah Waspadai Defisit Neraca Transaksi Berjalan

Pelemahan rupiah yang sudah menembus level Rp14.600 pada awal pekan ini membuat pemerintah mewaspadai Current Account Defisit (CAD) yang mencapai 3%.
Terminal Peti Kemas Semarang/TPKS.co.id
Terminal Peti Kemas Semarang/TPKS.co.id

Bisnis.com, JAKARTA -- Pelemahan rupiah yang sudah menembus level Rp14.600 pada awal pekan ini membuat pemerintah mewaspadai Current Account Defisit (CAD) yang mencapai 3%.

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), defisit transaksi berjalan pada kuartal II/2018 tercatat sebesar US$8 miliar atau 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut melebar dibandingkan dengan kuartal II/2017 yang sebesar 1,96% dan juga lebih besar dibandingkan dengan kuartal I/2018 yang sebesar 2,2% atau sekitar US$5,5 miliar.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan setiap hari selalu ada faktor yang akan saling memengaruhi pergerakan rupiah, baik eksternal maupun internal.

"Jadi, pada pekan terakhir ini faktor yang berasal dari Turki muncul secara global karena dari sisi magnitude-nya yang terjadi dinamika di Turki, tapi juga karena nature atau karakter persoalannya yang sebetulnya ada persoalan serius. Mulai masalah currency-nya, juga pengaruh terhadap ekonomi domestik dan terutama juga dimensi politik dan keamanan di sana," jelasnya, Senin (13/8/2018).

Adapun faktor internal yang menjadi fokus adalah pengumuman transaksi berjalan yang defisit pada akhir pekan lalu. Menurut Menkeu, pemerintah dalam posisi waspada dan tengah menyiapkan berbagai skenario.

Tetapi, defisit hingga 3% tersebut dinilai masih lebih baik dibandingkan kondisi saat taper tantrum pada 2015 yang melampaui level 4%.

"Namun, kita perlu tetap hati-hati karena lingkungan yang kita hadapi sangat berbeda dengan 2015. Waktu itu, quantitative easing masih terjadi dan kenaikan suku bunga belum dilakukan, baru diungkapkan. Kalau sekarang, suku bunga sudah naik secara global dan quantitative easing sudah mulai dikurangi. Inilah yang menyebabkan tekanan lebih kuat terhadap berbagai mata uang di dunia," paparnya.

Di sisi lain, pemerintah juga menilai masih ada kabar baik dari dalam negeri, yakni pertumbuhan ekonomi yang di atas ekspektasi. Walaupun sektor industri dan investasi memang masih harus dipacu.

Dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi, fokus pemerintah saat ini adalah menjaga pertumbuhan. Untuk mengatasi CAD yang melebar, pemerintah akan melakukan tindakan yang bisa meningkatkan ekspor dan mengurangi impor.

Sri Mulyani pun tak menampik pemerintah menyiapkan skenario perlambatan pertumbuhan.

"Kalau expenditure reducing (mengurangi belanja) itu berpotensi melemahkan pertumbuhan ekonomi, tapi skenario itu harus kita siapkan, apabila situasi akan semakin dinamis dan bergerak," terangnya.

Adapun yang tengah dilakukan sekarang adalah upaya expenditure switching alias pengalihan belanja barang yang biasa impor menjadi barang yang berasal dari dalam negeri. 

Penggunaan biodiesel 20% (B20) juga merupakan upaya mengurangi impor minyak, yang selama ini berkontribusi cukup besar terhadap realisasi impor. PT PLN (Persero) juga dinilai banyak menggunakan barang modal impor untuk infrastruktur kelistrikan meski sebenarnya sudah memiliki kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Menkeu melanjutkan pemerintah akan terus memperhatikan seluruh neraca yang ada, mulai dari APBN hingga neraca BUMN. Hal ini diperlukan untuk mengidentifikasi sektor mana saja yang paling rentan terhadap dinamika global.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper