Bisnis.com, JAKARTA — Pebisnis Korea Selatan meminta perluasan akses bahan baku dan barang jadi mereka ke pasar Indonesia melalui skema pembebasan bea masuk.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Harjanto di sela-sela pertemuannya dengan Korea International Trade Asociation (KITA) pada Senin (6/8/2018).
“Mereka [pebisnis Korsel] bilang, ingin bahan baku [produk] elektronik mereka dibebaskan bea masuknya ke Indonesia. Mereka membandingkan dengan China dan India yang beberapa produknya sudah dibebaskan bea masuknya,” kata Harjanto, Senin (6/8/2018).
Kendati demikian, lanjut Harjanto, pihaknya mengaku belum dapat menindaklajuti usulan Korsel, lantaran para pebisnis Negeri Ginseng tersebut tidak menyebutkan detail kode harmonized system (HS) produk yang mereka inginkan.
Selain itu, di sektor otomotif, Harjanto mengaku mendapat permintaan dari para pebisnis Korsel untuk membuat bea masuk kendaraan menjadi 0%. Salah satu yang meminta adalah pabrikan Hyundai. Seperti diketahui, saat ini bea masuk yang dikenakan mencapai 20%.
“Kami jawab, jangan dulu minta pembebasan bea masuk [otomotif]. Tingkat utilisasi industri otomotif domestik saja baru 50%, bisa mengancam industri domestik itu. Solusinya mereka bangun pabrik di Indonesia,” paparnya.
Dia menambahkan, peritel daring Korsel juga meminta agar Indonesia menghilangkan de minimus value atau pembebasan nilai bea masuk atau nilai cukai dengan batas tertentu atas barang impor yang dibeli melalui toko daring. Sebelumnya, barang perdagangan elektronik dengan nilai di bawah US$100 dibebaskan bea masukknya.
Menurut Harjanto, segala bentuk permintaan Korsel tersebut berpotensi terwujud apabila Indonesia dan Korsel menjalin kerja sama dagang bebas bilateral. Pasalnya, kesepakatan kerja sama dagang kedua negara saat ini baru terbingkai melalui Asean-Korea Free Trade Area (AKFTA).
Adapun, pakta dagang bilateral yang pernah digagas kedua negara, yakni Indonesia Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA), telah mandek pembahasannya sejak 2015.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Bidang Hubungan Internasional Shinta W. Kamdani mengatakan, selain persoalan revisi bea masuk, para pebisnis asal Korsel mengeluhkan proses perizinan di Indonesia.
“Salah satunya mereka mengeluhkan sistem online single submission [OSS]. Mereka bingung karena banyak kementerian atau lembaga yang sistem perizinannya belum tersambung ke OSS. Masalah ini sebenarnya jadi concern pengusaha domestik juga,” jelasnya.
Untuk itu, dia mendesak kepada pemerintah untuk menuntaskan pekerjaan rumah tersebut. Pasalnya, kelemahan dari sistem baru tersebut, berpotensi membuat para calon investor kapok untuk masuk ke Indonesia.