Bisnis.com, JAKARTA -- Para penguasaha menilai kerjasama dagang internasional telah dapat efektif menopang neraca dagang, dan berharap pemerintah dapat lebih mempercepat kerjasama dagang lainnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ketua Umum Apindo Hariyadi B. Sukamdani mengatakan, pihaknya mengapresiasi keja pemerintah dalam memperluas saluran dagang. Pihaknya merasa cukup terbantu dengan kerjasama dagang sejauh ini, karena mendapat penuruan tarif bea masuk untuk beberapa komoditas.
"Kerjasama dagang sangat efektif, karena dia memberikan tarif yang lebih murah dan bahkan kita yang masih ketinggalan dari negera-negara telah membuat kerja sama dagang lebih dahulu, seperti Vietnam dan Thailand," katanya kepada Bisnis.com.
Namun, Hariyadi tetap berharap pemerintah dapat memperjuangkan kerja sama yang saling menguntungkan dalam negosiasi, terutama untuk Eropa dan Australia yang mana kedua negara ini merupakan negara konsumtif namun memilki standar kualitas produk yang cukup rumit.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Aziz Pane mengatakan, pihaknya juga cukup terbantu banayak dengan perjanjian dagang yang diushakan pemerintah. Hanya saja, katanya, pangsa pasar dari mitra dagang yang ada telah dipenetrasi terlebih dahulu oleh perusahaan ban multinasional yang ada di Indonesia.
"Perjanjian daganag itu efektif, cuma kalau ada sudah ada perjanjian internasional, mereka [perusahaan ban multinasional] baisanya itu yang sudah ada," katanya.
Di sisi lain, Aziz mengeluhkan kekurangan pemerintah dalam penyediaan kapal untuk pengiriman ban dari Indonesia. "Kalau sudah ekspor permalasalahan kita di pengiriman, ban kita mahal karena biaya pengiriman, tidak ada perusahaan perkapalan Indonesia yang mau kirim ban saja," tuturnya.
Senada dengan pelaku usaha lainnya, Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia Ade Sudrajat mengatakan, pihaknya juga cukup menikmati banyak manfaat dari kerjasama dagang yang dilakukan pemerintah.
"Contohnya, Kerjasama dengan Jepang yang mulai berlaku sejak 2010 tersebut telah meningkatkan ekspor TPT kita ke Jepang mendekati 200%," katanya.
Ade menjelaskan, pada dasarnya, bentuk kerjasama dagang yang dilakukan selama ini sudah tepat, yakni saling menawarkan produk andalannya masing-masing. "Iya saling mengisi, mereka (Jepang) kan produsen dengan industri berat, kalau kita kan produsen dengan industri ringan," tuturnya.
Selanjutnya, Ade berharap pemerintah juga dapat menyelesaikan negosiasi kerja sama yang dagang dengan Eropa dan dan Australia, yang saat ini prosesnya masih berjalan. "Mereka itu konsumen, mereka butuh produk kualitas tinggi dan harga murah, dan kita bisa, kalau berhasil, tektil kita makin meningkat," katanya.
Berbeda dengan yang lain, Wakil Ketua Umum III Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang mengatakan, pihaknya belum dapat menikmati manfaat dari kerja sama dagang yang telah dibuat selama ini, karena negara-negara tersebut bukan tujuan utama bagi ekspor minyak kelapa sawit dan produk turunannnya. "Ini semua bukan tujuan utama pasar CPO, lagipula di Asean sudah ada malaysia sebagai kompetitor utama," katanya.
Sementara itu, untuk beberpa kerja sama dagang yang lagi berjalan, dirinya juga masih pesimistis hal tersebut dapat meningkatkan ekspor. "Australia, marketnya tidak begitu besar dan seperti Eropa, penuh dengan kampanye negatif sawit," tuturnya.