Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah terus mendorong para pengrajin batik tulis di Tanah Air untuk melakukan sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) terhadap batik tulis untuk menambah nilai jual produk tersebut.
Eddy Siswanto,Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian, menjelaskan standar SNI untuk batik bernama batikmark merupakan implementasi dari Peraturan Menteri Perindustrian 74/2007 tentang Penggunaan Batikmark “Batik Indonesia”.
Meski demikian, hingga saat ini dia menyebut baru terdapat 260 pengrajin batik tulis yang telah mendapatkan batikmark. Jumlah ini masih terlampau kecil bila mengingat jumlah pengrajin batik tulis yang mencapai ribuan di Tanah Air.
“Ke depannya kita harapkan akan meningkat lagi, bertambah 10-15 pengrajin tahun ini sudah oke. Karena kadang-kadang pengrajin berpikir kalau sudah menguji sertifikasi produk saya tapi penjualannya tidak meningkat untuk apa?” ujarnya di sela-sela peluncuran Batik Kreasi Nusantara Shopee hari ini Jumat (29/6/2018)
Dia menambahkan, pemerintah telah melakukan sosialisasi mengenai batikmark ini. Hanya saja, pertambahan pengrajin yang mensertifikasi produknya tidak bertumbh signifikan karena menyangkut ongkos yang harus ditanggung pengrajin. Selain membayar Rp170.000 untuk proses sertifikasi, pengrajin batik juga menanggung biaya operasional penguji selama penilaian.
Menurutnya, pengaplikasian batikmark penting untuk menjamin keaslian batik tulis karya pengrajin Indonesia. Terkait hal tersebut, sertifikasi batikmark yang telah diperoleh pengrajin juga perlu untuk dilakukan penyesuaian selama enam bulan sekali untuk menjamin kualitas.
“Sifatnya memang tidak wajib, karena SNI kalau diwajibkan harus dibawa sampai ke World Trade Organization (WTO), prosesnya sangat panjang,” jelasnya.
Eddy menyatakan, pengrajin batik tulis yang mengekspor karyanya ke luar negeri juga tidak diwajibkan untuk memiliki batikmark.
Hanya saja, sertifikasi tersebut dapat menambah nilai jual kepada konsumen terutama pasar Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Pasifik seperti Jepang yang telah menghargai keaslian suatu produk.Sebagai gambaran, hingga 2017 ekspor batik Indonesia diketahui mencapai USD58 juta.