Bisnis.com, DENPASAR— Negara-negara di kawasan Asia Tenggara berkomitmen menerapkan konsep keselamatan maritim sesuai standar International Maritime Organization, karena keselamatan angkutan laut merupakan hal yang penting.
Keselamatan di jalur pelayaran di Asia Tenggara (Asean) dinilai sangat vital, karena 40% kapal-kapal di dunia berlayar melalui perairan di daerah ini. Penegasan tersebut merupakan salah satu pokok pikiran dalam First High-Level Regional Meeting of Marine Environment Protection of South East Asia Seas Project (FHRM MEPSEAS Project).
FHRM MEPSEAS Project merupakan pertemuan pertama antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang terlibat dalam MEPSEAS Project antara lain Filipina, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Myanmar serta Tim Nasional dan Tim International Maritime Organization (IMO). Indonesia menjadi tuan rumah pertemuan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tiap negara yang terlibat dalam mengimplementasikan konvensi perlindungan lingkungan maritim yang ditetapkan oleh IMO pada 25-27 Juni di Kuta, Bali.
"Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya Asean bagi dunia sehingga kita dapat menunjukkan kepada dunia bahwa negara-negara di Asia Tenggara kompak dan solid dalam menerapkan keselamatan pelayaran serta perairan aman untuk dilalui oleh kapal-kapal," kata Dirjen Perhubungan Laut R. Agus H. Purnomo, di Seminyak (25/6/2018).
Agus menjelaskan bahwa MEPSEAS Project merupakan kegiatan IMO di kawasan Asia Tenggara, yang tidak hanya terkait keselamatan pelayaran tetapi juga untuk meningkatkan perlindungan lingkungan maritim, sebagai kelanjutan dari projek IMO-NORAD tahap 1 yang telah berlangsung 2013-2016. MEPSEAS Project akan berlangsung selama empat tahun, yakni 2018-2021 dengan fokus pada implementasi instrumen IMO dalam bidang perlindungan lingkungan maritim.
Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) Junaidi menjelaskan pertemuan ini difokuskan pada perlindungan lingkungan maritim di wilayah Asia Tenggara. Dia menegaskan dalam pertemuan ini juga akan dibahas kegiatan kerjasama regional yang akan dilakukan dalam empat tahun masa projek dan menyepakati roadmap menuju implementasi efektif dari konvensi terkait perlindungan lingkungan maritim yang menjadi prioritas masing-masing negara.
Junadi menambahkan, salah satu program Indonesia terkait lingkungan maritim adalah untuk mengurangi sampah plastik. Hingga tahun 2025 Indonesia berkomitmen untuk mampu menurunkan 70 persen sampah di perairan, yang tidak hanya berasal dari sampah operasional kapal tetapi banyak sampah juga yang berasal dari darat.
Secara substansi, sebagaimana dalam setiap pertemuan tingkat tinggi, masing-masing Negara yang terlibat akan menyampaikan country presentation yang berisi laporan posisi perkembangan terakhir terkait konvensi yang menjadi fokus negara tersebut.
"Pada kesempatan ini Indonesia akan menyampaikan posisi terkait AFS dan BWMC di mana Indonesia terlibat aktif dalam pengajuan aksesi BWMC, 2004 sehingga pada akhir tahun 2015 melalui Peraturan Presiden Nomor 132 Tahun 2015 telah berhasil meratifikasi BWMC dimaksud," imbuh Junaidi.
Selain itu, akan dibahas juga mengenai pembentukan National Task Force (NTF) yang terdiri dari unsur kementerian terkait serta penyiapan National Work Programme, National Action Plan dan National Policy sebagai tindak lanjut kegiatan, yang disiapkan oleh konsultan nasional dengan dukungan penuh unsur NTF lainnya.
"Keikutsertaan Indonesia dalam forum ini menunjukkan peran aktif Indonesia di dunia internasional dalam meningkatkan kerja sama Negara-negara anggota IMO untuk melindungi lingkungan maritim khususnya di kawasan Asia Tenggara," pungkas Junaidi.
Deputy Director Subdivision for Major Projects Marine Environment Division IMO Jose Matheickal menjelaskan, pertemuan ini difokuskan pada penerapan empat konvensi IMO, di mana negara-negara Asean akan bersinergi mengimplemantasikan dan membuat rencana kerja secara terkoordinasi dengan bantuan program. Jose menekankan tantangan utama dari pengimplementasian konvensi IMO adalah kapasitas atau kemampuan suatu negara untuk mengikuti prosedur dan regulasi yang telah ditetapkan serta penerapan teknologi.
"Untuk itu, pada fase kedua akan lebih banyak dilaksanakan program-program peningkatan capacity building dari IMO agar negara-negara ASEAN dapat mengimplementasikan konvesi tersebut termasuk membantu dalam hal penerapan teknolgi yang tepat guna khususnya dalam implementasi keempat konvensi tersebut," paparnya.