Bisnis.com, JAKARTA — Kecelakaan laut berupa tenggelamnya Kapal RM Sinar Bangun di Danau Toba Sumater Utara dikhawatirkan memberikan dampak negatif bagi upaya promosi pariwisata “10 Bali Baru” yang tengah digencarkan oleh pemerintah.
Ketua Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Asnawi Bahar menjelaskan, kecelakaan tersebut telah menjadi sorotan media internasional, sehingga memberikan citra buruk bagi pariwisata Indonesia. Apalagi, dia menyebut pasar utama Danau Toba adalah wisatawan mancanegara asal Eropa.
“Ini menjadi kontraproduktif dengan [promosi] yang kita kerjakan hari ini. Danau Toba itu pasarnya Eropa, [mereka] sangat peduli terhadap keamanan. Ini menjadi negative campaign bagi [pariwisata] kita,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis.com, Rabu (20/6/2018).
Pihaknya pun meminta pemerintah yang berwenang untuk mengevaluasi keamanan seluruh industri yang berkaitan dengan pariwisata. Menurutnya, dibandingkan infrastruktur udara dan darat yang masif dibangun dan diperbaiki, infrastruktur transportasi laut kurang mendapatkan perhatian.
Dia menambahkan, Danau Toba merupakan salah satu destinasi pariwisata prioritas yang tengah dibangun. Kecelakaan yang terjadi di destinasi pariwisata prioritas, ujarnya, dapat menambah keraguan wisatawan terhadap keselamatan dan keamanan transportasi wisata di destinasi wisata prioritas lain maupun non prioritas.
Terlebih lagi, Asnawi menyebut destinasi tersebut juga termasuk ke dalam 60 paket wisata yang tengah dijual untuk perhelatan pertemuan tahunan IMF-World Bank di Bali pada Agustus mendatang, yang diperkirakan dihadiri 20.000 delegasi internasional. Selain Danau Toba, destinasi lain yang dijual dalam paket adalah Bali, Labuan Bajo, Banyuwangi, Lombok dan Borobudur.
Sejauh ini, dia mengaku belum menerima permintaan pembatalan terhadap paket wisata Danau Toba, mengingat kecelakaan tersebut baru terjadi beberapa hari yang lalu. Dia pun berharap pemerintah menunjukkan sikap cepat tanggap untuk menangani musibah itu dan meningkatkan keamanan transportasi laut untuk mencegah kejadian serupa terulang.
“Sejauh ini tidak ada pembatalan, kami berharapnya tidak akan ada. Kejadian ini akan memberikan pengaruh kepada paket-paket itu. Kami akan bekerja lebih keras lagi untuk memasarkannya,” jelasnya.
Adapun saat ini, pemerintah tengah menggencarkan pengembangan destinasi pariwisata prioritas melalui pembentukan Badan Otorita, termasuk Danau Toba. Berdasarkan perhitungan Kementerian Pariwisata, pengembangan destinasi Danau Toba seluas 500 hektare membutuhkan dana senilai USD1 miliar hingga 2019.
Pemerintah juga telah mendapatkan persetujuan pinjaman senilai USD300 juta dari Bank Dunia untuk penyusunan peta jalan pariwisata berkelanjutan di tiga destinasi yaitu Mandalika, Danau Toba, dan Borobudur Yogyakarta dengan menggunakan pinjaman Bank Dunia senilai total USD300 juta.
Asisten Deputi Pengembangan Infrastruktur dan Ekosistem Kementerian Pariwisata Indra Ni Tua menjelaskan, dari total pinjaman tersebut, Kemenpar mendapatkan alokasi sekitar USD37 juta, sedangkan sisanya dikelola oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
"Kita coba kawinkan isu sustainable dengan pariwisata, untuk menyelaraskan dengan SDGs (Sustainable Development Goals), karena SDGs adalah salah satu bahan penyusunan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada pemerintahan berikutnya," ujarnya.
Kementerian Pariwisata menargetkan jumlah kunjungan wisman di Danau Toba bakal mencapai 1 juta pada 2019. Khusus untuk tahun ini, jumlah kunjungan diperkirakan dapat menyentuh angka 400.000-500.000 wisman.