Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Realisasi Serapan Bulog Tahun Ini Diproyeksi Jauh dari Target

Kondisi serapan beras produksi dalam negeri oleh Perum Bulog (Persero) tahun ini diprediksi semakin memburuk, sehingga peluang impor beras untuk mengamankan cadangan beras pemerintah akhir 2018awal 2019 semakin menganga.
Pekerja mengisi beras kedalam karung di Gudang Bulog Divisi Regional Riau - Kepulauan Riau di Pekanbaru, Riau, Rabu (18/4/2018)./ANTARA-Rony Muharrman
Pekerja mengisi beras kedalam karung di Gudang Bulog Divisi Regional Riau - Kepulauan Riau di Pekanbaru, Riau, Rabu (18/4/2018)./ANTARA-Rony Muharrman

Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi serapan beras produksi dalam negeri oleh Perum Bulog (Persero) tahun ini diprediksi semakin memburuk, sehingga peluang impor beras untuk mengamankan cadangan beras pemerintah akhir 2018—awal 2019 semakin menganga.

 Data Bulog yang diterima Bisnis mengungkapkan total stok cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini masih berjumlah 1,5 juta ton. Angka itu terdiri atas 900.000 ton pengadaan dalam negeri, 150.000 beras komersial, dan 450.000 ton pengadaan luar negeri (impor).

 Untuk 2018, lembaga stabilitator pangan itu ditargetkan menyerap 2,7 juta ton beras lokal. Namun, sepanjang semester pertama tahun ini, realisasi serapan baru mencapai 0,9 juta ton atau hanya 33,3% dari target.

 Dengan demikian, Bulog harus menyerap setidaknya 1,9 juta ton beras lagi hingga akhir tahun untuk mencapai target tersebut. Sayangnya, otoritas pangan pimpinan Budi Waseso itu tidak yakin dapat merealisasikannya.

 Direktur Pengadaan Bulog Andrianto Wahyu Adi mengaku instansinya masih belum dapat memberi perhitungan yang pasti mengenai proyeksi penyerapan untuk semester II/2018. Namun, dia memberi sinyal penyerapan pada paruh kedua tahun berjalan biasanya memang lebih rendah dibandingkan dengan paruh pertama.

 Sekadar catatan, serapan beras Bulog pada semester II/2017 mencapai 850.000 ton. Menurutnya, serapan pada periode yang sama tahun ini tidak akan menyamai angka itu. “Target pengadaan kami 2,7 juta ton [sepanjang 2018]. Namun, saya tidak bisa bilang target bisa tercapai, karena bukan wewenang saya,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (6/5/2018).

 Andrianto menjelaskan salah satu faktor yang membuat lemahnya penyerapan beras Bulog pada semester II/2018 adalah harga gabah yang tinggi. Padahal, pagu harga pembelian petani (HPP) Bulog untuk gabah hanya Rp3.700/kg.

 Badan Pusat Statistik (BPS) mendata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani saat ini Rp4.554/kg dan di tingkat penggilingan Rp4.642/kg. Adapun, harga gabah kering giling (GKG) di petani Rp5.267/kg dan di penggilingan Rp5.373/kg.

 “[Harga gabah] Masih di atas HPP plus fleksibilitas 20%, [sedangkan harga beli] kami di bawah target,” tuturnya. Bagaimanapun, lanjutnya, Bulog tetap berusaha semampunya untuk memaksimalkan serapan pada semester II/2018 demi mendekati angka target tahun ini.

 Cara yang akan dilakukan Bulog untuk memaksimalkan serapan adalah lebih aktif melakukan pendekatan persuasif kepada petani dan kelompok tani (Poktan) agar bersedia memasok gabah atau berasnya ke pemerintah.

 Berdasarkan rekam catatan Bisnis, dari tahun ke tahun, realisasi serapan Bulog trennya semakin jauh dari target. Pada 2015, serapan Bulog mencapai 2,7 juta ton (82,3% dari target), setahun setelahnya serapan Bulog mencapai 2,9 juta ton (76% dari target).

 Tahun lalu, serapan Bulog hanya 2,2 juta ton (59,45% dari target). Padahal, seharusnya batas ideal realisasi serapan Bulog untuk mengamankan CBP setidaknya harus 70%.

 PELUANG IMPOR

 Pakar pangan Kudhori mengatakan Bulog telah melewatkan masa panen besar pada awal tahun dengan penyerapan yang sangat kecil. Seharusnya, pada semester I/2018, realisasi serapan Bulog sudah harus 1,8 juta ton.

 “Dengan pencapaian yang kecil pada paruh pertama, peluang untuk menyerap lebih tinggi [pada sisa tahun ini] juga semakin kecil dan memang tidak ada cara lain selain impor [untuk mengamankan CBP awal 2019],” jelasnya saat dihubungi.

 Dia berpendapat keran impor beras medium sejumlah 1 juta ton yang dibuka pemerintah tahun ini sebenarnya masih kurang untuk menunjang persiapan cadangan beras pada musim paceklik tahun depan, alias periode Januari—Maret 2019.

 “Untuk tiga bulan itu, [stok beras Bulog] minimal sekitar 800.000 ton dan itu juga harus dipersiapkan dari sekarang, sebelum harga beras semakin mahal.”

 Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santoso berpendapat  pemerintah harus segera melakukan intervensi untuk menjaga CBP tetap berada di ambang batas aman 1,5 juta ton hingga akhir tahun ini.

 “Saat ini memang stok masih 1,5 juta ton, tapi jumlah tersebut kan terus tergerus setiap bulannya karena kewajiban [Bulog untuk] menyalurkan [beras untuk keperluan] rastra, e-warung, dan operasi pasar,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : M. Richard

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper