Bisnis.com, SYDNEY- Belanja bahan bakar oleh industri penerbangan dunia pada tahun ini diprediksi menembus US$188 miliar, naik 26,1% dibandingkan dengan 2017 sebesar US$149 miliar, menyusul melambungnya harga minyak mentah dunia yang menekan proyeksi keuntungan bersih industri.
Proyeksi tersebut dikeluarkan oleh International Air Transport Association (IATA) dalam laporan semi tahunan berjudul Economic Performance of The Airline Industry, yang dirilis Senin (4/6/2018). IATA mewakili sekitar 280 operator penerbangan dunia.
Direktur Jenderal dan CEO IATA, Alexandre de Juniac mengatakan harga bahan bakar yang meningkat, tenaga kerja dan peningkatan suku bunga, merupakan penyebab utama turunnya proyeksi keuntungan bersih industri pada tahun ini.
“Harga bahan bakar jet terus meningkat sejalan naikknya harga minyak mentah. Prediksinya harga bahan bakar jet tahun ini rata-rata US$84 per barel dengan harga minyak mentah Brent rerata US$70 per barel. Bahan bakar merupakan komponen biaya yang besar dan upaya kami fokus untuk meningkatkan efisiensi bahan bakar,” kata de Juniac, di IATA Annual General Meeting and World Air Transport Summit ke-74 di Sydney, Australia, Senin (4/6/2018).
Upaya efisiensi itu di antaranya mengganti armada dengan pesawat jenis baru, menerapkan operasi yang lebih baik, dan berupaya membujuk pemerintah untuk menghapus inefisiensi di industri penerbangan dan airport.
Berdasarkan volume, belanja bahan bakar industri penerbangan dunia pada tahun ini mencapai 356 miliar liter, naik 4,4% dari tahun sebelumnya. IATA menargetkan tingkat efisiensi bahan bakar meningkat 1,5% pada 2018, seiring bertambahnya penggunaan pesawat-pesawat jenis baru.
Pada tahun ini, lebih dari 1.900 pesawat baru diharapkan dikirimkan oleh pabrikan kepada maskapai secara global. Hal itu menunjukkan peningkatan belanja modal industri penerbangan dibandingkan dengan posisi 2017 yakni 1.722 unit pesawat. Jumlah armada penerbangan komersial secara global akan bertambah menjadi 29.600 pesawat, naik 4,2% seiring pengiriman pesawat baru tersebut.
Sekitar 50% dari pengiriman pesawat baru tersebut akan menggantikan armada ekstisting. Hal ini, menjadi kontribusi signifikan untuk upaya efisiensi bahan bakar pesawat. Biaya bahan bakar menyerap 24,2% dari biaya operasional maskapai.
“Dengan investasi armada baru, network global telah bertumbuh menjadi lebih dari 58.000 rute. Maskapai telah mengembangkan opsi-opsi untuk memenuhi tuntutan travel budget, persyaratan pengiriman barang, atau keinginan bisnis lain,” tukas de Juniac.
Pembukaan rute-rute baru diproyeksikan akan meningkat pada tahun ini, sehingga menambah keuntungan bagi konsumen. Jumlah rute maskapai diperkirakan bertambah menjadi 58.000 rute pada 2018, naik dari posisi 2014 yaitu 52.000 rute. IATA memperkirakan 1% dari GDP dunia akan dibelanjakan di sektor penerbangan udara, dengan angka mencapai US$871 miliar pada tahun ini.
“Kami juga mencatat progres dalam hal keselamatan penerbangan. Pada 2017 untuk kali kedua dalam tiga tahun terakhir, tidak ada korban jiwa pada operasional pesawat jet yang mencapai 34,9 juta penerbangan. Ini hasil yang menggembirakan. Bekerjasama secara efektif dengan regulator harus terus ditingkatkan, ketika kita berbicara mengenai keamanan penerbangan,” papar de Juniac.
Outlook industri penerbangan global, diakui oleh de Juniac, masih dibayangi meningkatnya risiko proteksionisme perdagangan global, konflik geopolitik, hingga ketidakpastian seiring mundurnya AS dari kesepakatan nuklir Iran.
Data Industri Penerbangan Global
Keterangan 2016 2017 2018 (proyeksi)
Jumlah armada (unit) 27.417 28.429 29.614
Ketersediaan kursi (juta) 3,9 4,1 4,4
Belanja bahan bakar (US$miliar) 135 149 188
Penumpang (juta) 3.815 4.093 4.358
Keuntungan bersih (US$ miliar) 34,2 38,0 33,8
Sumber : IATA, 2018